(021) 83787990

contact@fenanza.id

Polikultur Udang Vanname dengan Nila Minimalkan Resiko Penyakit

Ikan nila dan udang menempati zona berbeda di kolam. Udang adalah pemakan dasar, sedangkan nila berada lebih dekat ke permukaan

Saat ini banyak tambak udang yang tidak beroperasi karena masalah penyakit, manajemen yang buruk, atau penyebab lainnya. Polikultur nila-udang dapat memberikan peluang untuk membangun kembali sistem budidaya perikanan yang menguntungkan dan berkelanjutan di fasilitas yang tidak aktif ini.

 

Meskipun nila dan udang vanname jarang hidup bersama secara alami, stok penangkaran dapat dipelihara bersama. Hal ini didasarkan pada relung ekologi masing-masing. Udang cenderung berada di dasar tambak, sedangkan ikan nila cenderung berada di dekat permukaan air. Udang vanname dan nila dapat beradaptasi dengan berbagai salinitas. Mereka juga relatif toleran terhadap kepadatan dan perubahan kualitas air yang cepat.

 

Perilaku makan ikan nila

Di alam, nila adalah omnivora. Ikan nila muda memakan lapisan alga dan bakteri, mengikis sebagian besar permukaan keras dengan lidah dan gigi. Seiring pertumbuhannya, mereka juga menjadi penyaring fitoplankton dan predator zooplankton yang efektif. Ikan nila yang lebih besar merupakan ikan nila yang kurang efektif sebagai penyaring, namun dapat memakan banyak alga makrofit dan tanaman air.

 

Dalam situasi budidaya yang luas, ikan nila filter memakan alga, memangsa zooplankton, dan mengikis bio-film dari permukaan keras di kolam. Di peternakan intensif, sebagian besar nutrisi diperoleh dari pakan pelet, meskipun ikan akan terus menghabiskan waktu untuk mengikis lapisan alga dan bakteri dari semua permukaan keras.

 

Perilaku makan udang

Di alam, udang pertama-tama memakan fitoplankton dan kemudian zooplankton selama tahap larva. Saat juvenil dan dewasa, mereka adalah omnivora dan detritivora. Perilaku alami mereka adalah mencari substrat di dasar untuk mencari bahan tumbuhan dan hewan yang membusuk. Udang terus-menerus mengambil butiran pasir dan potongan bahan organik, menghilangkan ganggang dan bakteri, menjatuhkan butiran atau partikel tersebut dan melanjutkan ke item berikutnya.

 

Dalam kondisi budidaya, udang memakan pelet dan produk alami di kolam. Udang dapat dipelihara dalam sistem dengan sedikit pertukaran air, sehingga memanfaatkan kemampuan alaminya untuk berkembang dalam kondisi dengan jumlah bakteri yang tinggi. Selama kadar oksigen terlarut dan faktor kualitas air lainnya dipertahankan, udang akan hidup dengan baik.

 

Jenis polikultur

Dalam polikultur ikan nila-udang serentak, ikan dan udang dibudidayakan bersama dalam satu kolam atau raceway yang dikelola untuk kedua spesies tersebut. Dalam polikultur berurutan, air dipindahkan dari satu unit tumbuh ke unit lainnya. Dalam hal ini, kolam atau raceway dapat dikelola secara mandiri, dengan pakan yang berbeda, jadwal panen, dan bahkan salinitas.

 

Pendekatan rotasi tanam mengganti nila dan udang di tambak atau raceway yang sama. Budidaya keramba menggunakan keramba apung atau jaring hapa yang dipancangkan ke dasar tambak. Yang terakhir, ikan nila ditebar dan diberi makan di keramba, sedangkan udang ditebar di sisa kolam. Roda dayung atau aerator lainnya membuat air tetap mengalir melalui keramba.

 

Pada budidaya polikultur yang lebih luas, ikan nila dapat menyaring pakan fitoplankton dan zooplankton di kolom air bagian atas. Udang menghabiskan sebagian besar waktunya di dekat dasar tambak, memakan lapisan bakteri di substrat dasar dan detritus yang mengendap dari atas. Bahan detrital ini terdiri dari sel-sel alga yang mati dan kotoran ikan nila.

 

Pada budidaya yang lebih intensif yang menggunakan pakan pelet, ikan nila memonopoli pakan, terutama jika pakan tersebut berupa pelet terapung. Namun, beberapa partikel pakan selalu sampai ke dasar, tempat udang mendapatkannya.

 

Polikultur makrobrachium-nila menurunkan hasil udang dibandingkan dengan monokultur, namun meningkatkan hasil total ikan dan udang. Polikultur penaeid-tilapia tampaknya juga mengalami dampak yang sama. Budidaya nila dalam keramba, polikultur berurutan, dan rotasi tanam menghindari masalah persaingan ikan dan udang untuk mendapatkan pakan pelet. Dalam budidaya keramba, kotoran ikan nila berkontribusi terhadap hujan detrital yang menjadi sumber makanan bagi udang.

 

Mengurangi efek penyakit

Dari aspek penyakit, nila tampaknya memberikan keuntungan dalam beberapa hal. Ikan nila mengkonsumsi udang mati atau hampir mati di kolam polikultur sehingga tidak termakan oleh udang yang bisa menyebabkan perpindahan penyakit dari udang mati ke udang sehat. Ikan nila tampaknya tidak rentan terhadap virus udang. Dengan mengganggu kanibalisme udang, ikan nila mengurangi efeknya sebagai vektor penularan penyakit.

 

Tilapia (nila) juga mengkonsumsi krustasea kecil di tambak udang. Krustasea ini bisa juga sebagai vektor potensial terhadap penyebaran penyakit. Menempatkan ikan nila langsung di kolam atau bergantian dengan udang dalam rotasi tanam dapat menjadi cara yang efektif untuk mengurangi populasi krustasea kecil.

 

Infeksi bakteri juga mungkin dipengaruhi oleh polikultur. Vibrio dan sebagian besar bakteri patogen lain yang umum ditemukan pada budidaya udang bersifat gram negatif, sedangkan perairan yang pernah digunakan untuk budidaya ikan cenderung didominasi oleh bakteri gram positif. Penggunaan air dari kolam ikan tampaknya dapat mengurangi prevalensi infeksi bakteri di tambak udang.

 

Para petambak di Asia dan Amerika Selatan telah memberikan laporan berdasarkan pengalaman bahwa produksi udang meningkat karena kelangsungan hidup yang lebih tinggi pada beberapa sistem polikultur ini.

 

Pengaruh pada kondisi kolam

Faktor fisik juga dapat meningkatkan kelangsungan hidup dan pertumbuhan udang dalam polikultur dan rotasi tanam. Misalnya, ikan nila lebih mengganggu sedimen dasar dibandingkan udang, baik dalam aktivitas mencari makan maupun membangun sarang. Hal ini dapat bermanfaat dalam beberapa cara.

 

Mengganggu dasar perairan akan meningkatkan oksidasi substrat dan mengganggu siklus hidup patogen dan parasit udang. Hal ini juga dapat melepaskan nutrisi ke kolom air yang meningkatkan pertumbuhan alga. Namun aktivitas tersebut juga dapat merugikan.

 

Mengganggu sedimen dasar kolam dapat menurunkan kadar oksigen terlarut, meningkatkan kekeruhan, mengurangi pertumbuhan alga, dan tentu saja meningkatkan kebutuhan untuk memperbaiki dasar kolam di sela-sela waktu tanam. Aspek terakhir ini memerlukan eksperimen yang cermat untuk mendapatkan pemahaman penuh tentang aktivitas ikan nila.

 

Kesimpulan

Ada beberapa tempat  untuk budidaya akuakultur di dunia yang bisa mendapatkan keuntungan dari polikultur udang-nila, tetapi pembudidaya harus mempertimbangkan pro dan kontra dengan kehati – hatian. Bagian dari pertimbangan adalah bahwa akuakultur perlu berfokus pada sistem berkelanjutan yang ramah lingkungan, namun tetap menguntungkan.

Share Artikel Ini
Artikel Berita Lainnya

Ikan nila dan udang menempati zona berbeda di kolam. Udang adalah pemakan dasar, sedangkan nila berada lebih dekat ke permukaan

Saat ini banyak tambak udang yang tidak beroperasi karena masalah penyakit, manajemen yang buruk, atau penyebab lainnya. Polikultur nila-udang dapat memberikan peluang untuk membangun kembali sistem budidaya perikanan yang menguntungkan dan berkelanjutan di fasilitas yang tidak aktif ini.

 

Meskipun nila dan udang vanname jarang hidup bersama secara alami, stok penangkaran dapat dipelihara bersama. Hal ini didasarkan pada relung ekologi masing-masing. Udang cenderung berada di dasar tambak, sedangkan ikan nila cenderung berada di dekat permukaan air. Udang vanname dan nila dapat beradaptasi dengan berbagai salinitas. Mereka juga relatif toleran terhadap kepadatan dan perubahan kualitas air yang cepat.

 

Perilaku makan ikan nila

Di alam, nila adalah omnivora. Ikan nila muda memakan lapisan alga dan bakteri, mengikis sebagian besar permukaan keras dengan lidah dan gigi. Seiring pertumbuhannya, mereka juga menjadi penyaring fitoplankton dan predator zooplankton yang efektif. Ikan nila yang lebih besar merupakan ikan nila yang kurang efektif sebagai penyaring, namun dapat memakan banyak alga makrofit dan tanaman air.

 

Dalam situasi budidaya yang luas, ikan nila filter memakan alga, memangsa zooplankton, dan mengikis bio-film dari permukaan keras di kolam. Di peternakan intensif, sebagian besar nutrisi diperoleh dari pakan pelet, meskipun ikan akan terus menghabiskan waktu untuk mengikis lapisan alga dan bakteri dari semua permukaan keras.

 

Perilaku makan udang

Di alam, udang pertama-tama memakan fitoplankton dan kemudian zooplankton selama tahap larva. Saat juvenil dan dewasa, mereka adalah omnivora dan detritivora. Perilaku alami mereka adalah mencari substrat di dasar untuk mencari bahan tumbuhan dan hewan yang membusuk. Udang terus-menerus mengambil butiran pasir dan potongan bahan organik, menghilangkan ganggang dan bakteri, menjatuhkan butiran atau partikel tersebut dan melanjutkan ke item berikutnya.

 

Dalam kondisi budidaya, udang memakan pelet dan produk alami di kolam. Udang dapat dipelihara dalam sistem dengan sedikit pertukaran air, sehingga memanfaatkan kemampuan alaminya untuk berkembang dalam kondisi dengan jumlah bakteri yang tinggi. Selama kadar oksigen terlarut dan faktor kualitas air lainnya dipertahankan, udang akan hidup dengan baik.

 

Jenis polikultur

Dalam polikultur ikan nila-udang serentak, ikan dan udang dibudidayakan bersama dalam satu kolam atau raceway yang dikelola untuk kedua spesies tersebut. Dalam polikultur berurutan, air dipindahkan dari satu unit tumbuh ke unit lainnya. Dalam hal ini, kolam atau raceway dapat dikelola secara mandiri, dengan pakan yang berbeda, jadwal panen, dan bahkan salinitas.

 

Pendekatan rotasi tanam mengganti nila dan udang di tambak atau raceway yang sama. Budidaya keramba menggunakan keramba apung atau jaring hapa yang dipancangkan ke dasar tambak. Yang terakhir, ikan nila ditebar dan diberi makan di keramba, sedangkan udang ditebar di sisa kolam. Roda dayung atau aerator lainnya membuat air tetap mengalir melalui keramba.

 

Pada budidaya polikultur yang lebih luas, ikan nila dapat menyaring pakan fitoplankton dan zooplankton di kolom air bagian atas. Udang menghabiskan sebagian besar waktunya di dekat dasar tambak, memakan lapisan bakteri di substrat dasar dan detritus yang mengendap dari atas. Bahan detrital ini terdiri dari sel-sel alga yang mati dan kotoran ikan nila.

 

Pada budidaya yang lebih intensif yang menggunakan pakan pelet, ikan nila memonopoli pakan, terutama jika pakan tersebut berupa pelet terapung. Namun, beberapa partikel pakan selalu sampai ke dasar, tempat udang mendapatkannya.

 

Polikultur makrobrachium-nila menurunkan hasil udang dibandingkan dengan monokultur, namun meningkatkan hasil total ikan dan udang. Polikultur penaeid-tilapia tampaknya juga mengalami dampak yang sama. Budidaya nila dalam keramba, polikultur berurutan, dan rotasi tanam menghindari masalah persaingan ikan dan udang untuk mendapatkan pakan pelet. Dalam budidaya keramba, kotoran ikan nila berkontribusi terhadap hujan detrital yang menjadi sumber makanan bagi udang.

 

Mengurangi efek penyakit

Dari aspek penyakit, nila tampaknya memberikan keuntungan dalam beberapa hal. Ikan nila mengkonsumsi udang mati atau hampir mati di kolam polikultur sehingga tidak termakan oleh udang yang bisa menyebabkan perpindahan penyakit dari udang mati ke udang sehat. Ikan nila tampaknya tidak rentan terhadap virus udang. Dengan mengganggu kanibalisme udang, ikan nila mengurangi efeknya sebagai vektor penularan penyakit.

 

Tilapia (nila) juga mengkonsumsi krustasea kecil di tambak udang. Krustasea ini bisa juga sebagai vektor potensial terhadap penyebaran penyakit. Menempatkan ikan nila langsung di kolam atau bergantian dengan udang dalam rotasi tanam dapat menjadi cara yang efektif untuk mengurangi populasi krustasea kecil.

 

Infeksi bakteri juga mungkin dipengaruhi oleh polikultur. Vibrio dan sebagian besar bakteri patogen lain yang umum ditemukan pada budidaya udang bersifat gram negatif, sedangkan perairan yang pernah digunakan untuk budidaya ikan cenderung didominasi oleh bakteri gram positif. Penggunaan air dari kolam ikan tampaknya dapat mengurangi prevalensi infeksi bakteri di tambak udang.

 

Para petambak di Asia dan Amerika Selatan telah memberikan laporan berdasarkan pengalaman bahwa produksi udang meningkat karena kelangsungan hidup yang lebih tinggi pada beberapa sistem polikultur ini.

 

Pengaruh pada kondisi kolam

Faktor fisik juga dapat meningkatkan kelangsungan hidup dan pertumbuhan udang dalam polikultur dan rotasi tanam. Misalnya, ikan nila lebih mengganggu sedimen dasar dibandingkan udang, baik dalam aktivitas mencari makan maupun membangun sarang. Hal ini dapat bermanfaat dalam beberapa cara.

 

Mengganggu dasar perairan akan meningkatkan oksidasi substrat dan mengganggu siklus hidup patogen dan parasit udang. Hal ini juga dapat melepaskan nutrisi ke kolom air yang meningkatkan pertumbuhan alga. Namun aktivitas tersebut juga dapat merugikan.

 

Mengganggu sedimen dasar kolam dapat menurunkan kadar oksigen terlarut, meningkatkan kekeruhan, mengurangi pertumbuhan alga, dan tentu saja meningkatkan kebutuhan untuk memperbaiki dasar kolam di sela-sela waktu tanam. Aspek terakhir ini memerlukan eksperimen yang cermat untuk mendapatkan pemahaman penuh tentang aktivitas ikan nila.

 

Kesimpulan

Ada beberapa tempat  untuk budidaya akuakultur di dunia yang bisa mendapatkan keuntungan dari polikultur udang-nila, tetapi pembudidaya harus mempertimbangkan pro dan kontra dengan kehati – hatian. Bagian dari pertimbangan adalah bahwa akuakultur perlu berfokus pada sistem berkelanjutan yang ramah lingkungan, namun tetap menguntungkan.

Share Artikel Ini
Artikel Berita Lainnya
Our customer support team is here to answer your questions. Ask us anything!