Industri akuakultur sangat penting dalam menopang lebih dari 1 miliar populasi di seluruh dunia yang bergantung pada ikan sebagai sumber protein utama mereka. Semakin intensifnya akuakultur, penyakit telah menjadi kendala utama bagi industri tersebut, diantaranya yaitu Motile Aeromonad Septicemia (MAS) yang disebabkan oleh Aeromonas hydrophila. A. hydrophila dapat ditemukan di berbagai lingkungan seperti laut, air tawar, air payau, persediaan air, dan sangat berlimpah selama musim panas. Inang A. hydrophila sangat luas, mulai dari spesies air tawar hingga air laut. Mikroorganisme yang sangat ganas ini dapat menyebabkan kematian massal spesies akuakultur di lokasi tambak budidaya.
Secara tradisional, pembudidaya ikan menggunakan antibiotik sebagai pencegahan dan pengobatan untuk manajemen kesehatan spesies akuakultur. Namun, penyalahgunaan dan eksploitasi antibiotik yang berlebihan telah menyebabkan meningkatnya kasus resistensi antibiotik di antara bakteri patogen dari lokasi akuakultur. Sebagai contoh, A. hydrophila, yang diisolasi dari ikan nila (Oreochromis niloticus), resisten terhadap ampisilin dan amoksisilin. Oleh karena itu, pembudidaya ikan tidak punya pilihan selain meningkatkan dosis antibiotik untuk mengobati penyakit dalam budidaya.
Berbagai penelitian mengungkap potensi fitobiotik sebagai alternatif pengganti antibiotik, sehingga meminimalkan penggunaan antibiotik dalam budidaya. Fitobiotik mengandung senyawa bioaktif seperti alkaloid, sterol, flavonoid, saponin, dan tanin yang memiliki sifat bakterisidal dan efek stimulasi.
Dampak MAS yang disebabkan oleh A. hydrophila pada akuakultur
Wabah penyakit merupakan kendala utama bagi pertumbuhan industri akuakultur. Salah satu sumber penyakit adalah A. hydrophila, patogen oportunistik yang terkait dengan infeksi sekunder dan wabah. Ikan yang terinfeksi MAS akan menunjukkan gejala seperti kehilangan nafsu makan, borok pada kulit, insang pucat, perut bengkak, dan pola renang yang tidak normal.
Penyakit ini pertama kali dilaporkan pada ikan gabus, lele, karper dan ikan gobi di Laguna de Bay, Filipina, dimana spesies yang terinfeksi menunjukkan lesi dan ulkus nekrotik. Banyak penelitian melaporkan bahwa MAS bertanggung jawab atas kematian massal spesies akuakultur. Misalnya, kematian massal ikan lele Channel, Ictalurus punctatus, di peternakan ikan komersial di AS Tenggara. Selain itu, total kerugian akibat wabah ini di tambak ikan komersial berjumlah jutaan USD, menyebabkan banyak tambak ikan ditutup.
Fitobiotik dikembangkan secara komersial untuk melawan MAS
Fitobiotik adalah tumbuhan atau senyawa bioaktif dari bahan nabati yang bermanfaat bagi hewan dan manusia. Contoh fitobiotik adalah minyak atsiri, kacang-kacangan, herba, buah-buahan dan sayuran, alkaloid, karotenoid, dan senyawa fenolik. Fitobiotik ini banyak digunakan dalam aditif aquafeeds untuk meningkatkan sistem kekebalan tubuh dan melindungi hewan air terhadap MAS. Karena fitobiotik melimpah dan murah, pembudidaya ikan memanfaatkan pengobatan ini sebagai pengganti vaksin dalam manajemen kesehatan akuakultur.
Persiapan fitobiotik untuk penggunaan akuakultur
Ada beberapa metode untuk menyiapkan fitobiotik untuk keperluan akuakultur, seperti ekstrak air, ekstrak metanol, dan bentuk bubuk. Metanol adalah pelarut universal yang digunakan untuk mengekstraksi senyawa polar, terutama pada tumbuhan, sedangkan ekstrak dengan air menghasilkan senyawa non-polar dalam fitobiotik. Sebagian besar penelitian menggunakan metanol dalam pembuatan fitobiotik karena pelarut ini ditemukan secara efektif menurunkan semua sifat dalam sampel. Ekstrak tersebut kemudian digunakan sebagai imbuhan pakan dalam uji coba pakan.
Aktivitas antibakteri tanaman obat dalam akuakultur
Meskipun antibiotik bertindak cepat dalam mengendalikan wabah penyakit, residunya dapat mengganggu mikroflora alami dengan merembes ke sedimen dan badan air di sekitarnya. Dengan demikian, ada kebutuhan yang mendesak untuk agen antimikroba alternatif untuk penggunaan dalam akuakultur.
Tanaman obat banyak digunakan sebagai pengobatan untuk penyakit manusia. Seluruh tanaman atau bagian dari tanaman herba, seperti ranting, akar, batang, bunga, dan buah mengalami proses ekstraksi untuk derivasi senyawa bioaktif. Senyawa bioaktif pada fitobiotik termasuk terpenoid, tanin, alkaloid, dan flavonoid, memiliki sifat antibakteri. Selain itu, banyak penelitian telah mengungkapkan potensi tumbuhan obat untuk penggunaan di akuakultur; dengan demikian, para peneliti telah mengembangkan pendekatan baru dan lebih baik untuk penemuan antibakteri dari tumbuhan. Misalnya, sifat antibakteri dikarakterisasi dalam polisakarida yang berasal dari makroalga, Chaetomorpha aerea dan partikel perak berskala nano dari buah mentega, Persea americana. Studi-studi ini menyoroti prospek penelitian masa depan untuk senyawa turunan polisakarida nabati dan zat nano-sintetik.
Berdasarkan literatur, banyak tanaman obat dilaporkan menunjukkan sifat antibakteri terhadap A. hydrophila. Misalnya, Murraya koenigii, Pandanus odoratissimus, Colocasia esculenta, dan Euphorbia hirta menghambat pertumbuhan A. hydrophila. Tumbuhan obat ini mengandung senyawa bioaktif, seperti alkaloid karbazol, senyawa fenolik, polipeptida, dan alkaloid, yang bertanggung jawab atas aktivitas antibakteri. Selain itu, penelitian terbaru menunjukkan bahwa delima, Punica granatum (Kupas), Prunus mume (buah), Fructus toosendan (buah), Artemisia argyi (daun), Polygonum aviculare (daun), Cephalanoplos segetum (daun), dan Artemisia kapiler (daun) menunjukkan kemampuan untuk menghambat aktivitas A. hydrophila. Demikian pula, Piper betle, Piper sarmentosum, dan Piper nigrum menunjukkan aktivitas penghambatan, seperti dilansir Anjur et al.
Fitobiotik mengaktifkan kekebalan bawaan spesies akuakultur
Fitobiotik juga dapat mengaktifkan kekebalan bawaan spesies akuakultur untuk merangsang ketahanan terhadap penyakit. Banyak penelitian telah membuktikan potensi fitobiotik sebagai agen antimikroba alternatif untuk penggunaan akuakultur. Misalnya, ekstrak resin Boswellia serrata dilaporkan dapat bersifat fitobiotik untuk meningkatkan sistem kekebalan ikan nila (Oreochromis niloticus) terhadap infeksi Staphylococcus aureus. Dalam penelitian tersebut, ekstrak resin B. serrata dapat mengaktifkan sistem imun bawaan O. niloticus melalui uji respon imun, uji resistensi penyakit dan uji kinerja pertumbuhan. Temuan serupa dilaporkan pada Spophora flavescens, peppermint (Mentha piperita), bubuk lidah buaya, Spirulina platensis, minyak esensial kulit jeruk lemon. Fitobiotik tersebut dapat meningkatkan kinerja pertumbuhan spesies akuakultur dan mengaktifkan sistem kekebalan bawaan mereka terhadap penyakit.
Fitobiotik juga merangsang produksi lendir pada kulit ikan, yang berperan sebagai kekebalan non-spesifik. Lendir kulit ikan berfungsi sebagai pertahanan fisik utama terhadap berbagai patogen. Sebuah studi baru-baru ini menunjukkan bahwa memberi makan sturgeon Siberia (Acipenser baerii) dengan ekstrak buah barbery selama 56 hari menyebabkan peningkatan yang luar biasa dalam aktivitas bakterisidal lendir kulit terhadap A. hydrophila, dimana diameter zona penghambatan bakteri lebih tinggi dibandingkan dengan ikan yang diberi makan dengan makanan tanpa suplemen tersebut.
Mekanisme fitobiotik lainnya adalah melalui perbaikan sel imun dan aktivasi makrofag, seperti dilansir Chen et al., dimana polisakarida miltiorrhiza Salvia menunjukkan kemampuan untuk memodulasi resistensi penyakit sturgeon terhadap infeksi A. hydrophila. Selain itu, fitobiotik dari tanaman metabolit sekunder seperti saponin, minyak atsiri, senyawa fenolik, polisakarida, dan polipeptida menunjukkan potensi untuk mengobati infeksi bakteri dengan toksisitas rendah. Fitobiotik juga dapat bertindak sebagai modulator situs aktif, enzim sebagai situs katalitik, reseptor dan protein untuk pengobatan penyakit.
Fitobiotik meningkatkan toleransi spesies akuakultur terhadap MAS
Studi terbaru menunjukkan temuan yang menjanjikan pada fitobiotik dalam mengendalikan infeksi A. hydrophila pada spesies akuakultur. Fitobiotik yang digunakan sebagai feed additive yang diberikan bersama dengan pakan untuk spesies akuakultur selama beberapa waktu dapat mengaktifkan dan meningkatkan sistem imun spesies akuakultur terhadap A. hydrophila. Misalnya, Zhang dkk. mengungkapkan bahwa 1–2% ekstrak Flos populi yang dimasukkan ke dalam pakan dan diberikan kepada Ikan Mas selama 45 hari berturut-turut dapat meningkatkan pertumbuhan ikan yang diberi obat, status antioksidan, kekebalan non-spesifik, dan ketahanan penyakit terhadap infeksi A. hydrophila. Banyak penelitian lain telah menunjukkan kecenderungan temuan serupa dalam literatur. Oleh karena itu, tidak diragukan lagi fitobiotik dapat meningkatkan toleransi spesies akuakultur terhadap Motile Aeromonas Septicemia (MAS).
Fitobiotik meningkatkan sistem kekebalan ikan dengan meningkatkan keberadaan penanda kekebalan seperti imunoglobulin M (IgM), oksida nitrat dan lisozim. Misalnya, Abdellatief et al. mengungkapkan bahwa kombinasi sage (Salvia officinalis) dan Spirulina platensis dapat meningkatkan sistem kekebalan ikan nila dengan meningkatkan respon kekebalannya terhadap Pseudomonas aeruginosa. Selain itu fitobiotik berupa senyawa antioksidan seperti fenol dan polifenol bermanfaat bagi kesehatan ikan dengan cara meningkatkan daya tahan tubuh hewan air terhadap A. hydrophila. Misalnya, Nailel et al. mengungkapkan bahwa 10 g/kg daun rosemary (Salvia rosmarinus) meningkatkan sistem kekebalan ikan nila dan meningkatkan daya tahan terhadap penyakit A. hydrophila. Selain itu, fitobiotik mempromosikan aktivitas lisozim dan serum katalase pada ikan terhadap MAS.
Secara keseluruhan, fitobiotik dengan dosis rendah dan durasi pemberian yang lebih singkat merupakan kandidat terbaik sebagai agen antimikroba untuk melawan MAS. Berdasarkan survei literatur, fitobiotik seperti polisakarida Ficus carica, minyak atsiri thyme, thyme merah dan pepper rosemary dan ekstrak metanol Pepperomia pellucida (daun) efektif dalam mengendalikan infeksi MAS dengan durasi lebih pendek dibandingkan dengan fitobiotik lainnya.
Kesimpulan
MAS adalah penyakit bencana dalam industri akuakultur yang dapat menyebabkan kerugian ekonomi yang signifikan dan bahaya kesehatan lingkungan dan masyarakat. Antibiotik telah terbukti sebagai solusi jangka pendek dalam mengelola penyakit bakteri dalam industri akuakultur. Oleh karena itu, fitobiotik adalah alternatif yang layak untuk pengelolaan kesehatan spesies akuakultur dan untuk menjaga kesehatan masyarakat dan keamanan lingkungan.
Sejumlah penelitian telah menunjukkan potensi fitobiotik dalam mengaktifkan sistem kekebalan tubuh bawaan dan merangsang resistensi penyakit spesies akuakultur terhadap MAS seperti minyak atsiri thyme, thyme merah dan rosemary lada sedangkan ekstraksi metanol adalah cara terbaik dalam menyiapkan fitobiotik. Selain itu, senyawa bioaktif seperti polisakarida Ficus carica dapat menjadi fitobiotik yang efektif.
Menerapkan agen antimikroba dengan jejak ekologi (residu) yang lebih sedikit seperti fitobiotik dapat meningkatkan kepercayaan konsumen terhadap produk akuakultur. Aplikasi fitobiotik dalam akuakultur tetap tidak konsisten dalam hal dosis dan durasi. Faktor-faktor ini sangat penting dalam fitobiotik melawan MAS karena dosis dan durasi yang berbeda akan menghasilkan hasil yang bervariasi. Selain itu, efikasi fitobiotik dalam mengendalikan MAS bergantung pada sumber fitobiotik dan kondisi lingkungan. Juga, fitobiotik dapat diberikan secara oral melalui penggabungan dalam pakan akuakultur, dengan demikian, apilkasi aditif pakan yang praktis, tidak membuat stres, dan nyaman untuk berbagai spesies akuakultur. Secara keseluruhan, fitobiotik merupakan agen antimikroba yang menjanjikan dalam mengendalikan MAS.