(021) 83787990

contact@fenanza.id

Pengendalian Penyakit Infectious Myonecrosis Virus (IMNV) pada Fase Grower Udang Vanname

 

Industri budidaya udang tak lepas dari masalah serangan penyakit yang pada umumnya disebabkan karena bakteri dan virus. Beberapa jenis penyakit virus yang sering menyerang budidaya udang di antaranya White Spot Syndrome Virus (WSSV), Infectious Myo Necrosis Virus (IMNV), Enterocytozoon Hepatopenaei (EHP), dan White Feces Diase (WFD). Penyakit yang paling sering menyerang udang vaname yaitu Infectious Myo Necrosis Virus (IMNV). Jenis penyakit ini yang sangat ditakuti oleh para pembudidaya udang vanme karena dapat mengakibatkan kematian massal hingga 70%.

 

Apa sih, Myo? Pertama kali, virus myo atau Infectious Myo Necrosis Virus (IMNV) ditemukan di Brazil dan Pantai Amerika Selatan pada tahun 2003. Di Indonesia, IMNV ditemukan pertama kali di Situbondo pada tahun 2006, yang menyebabkan 300 ribu benur vaname mati.  Khususnya pembudidaya udang vaname, begitu takut dengan virus ini karena mereka beranggapan myo muncul berarti harus siap merugi.

 

Penyebab wabah virus myo

Penyebab penyakit Infectious Myo Necrosis Virus (IMNV), diduga karena menurunnya kondisi lingkungan tambak.  Faktor pendukung lain penyebab virus myo cukup tinggi yaitu dampak perubahan iklim. Perubahan cuaca dan suhu perairan tersebut memicu stres pada udang dan menyebabkan daya tahan tubuh udang menurun. Penyebab terjangkitnya penyakit ini ditengarai oleh menurunnya kualitas air atau tidak stabilnya kualitas air media budidaya, terutama fluktuasi suhu.

 

Penyebab virus myo bukan karena masuk musim kemarau, tetapi dari suhu ekstrim dan tak menentu, yaitu suhu di atas 31 oC dan 32 oC. Jarang menyipon atau membersihkan tambak udang juga menjadi penyebab serangan myo. Sisa pakan yang mengendap dan terakumulasi di dasar perairan akan berubah menjadi amoniak. Jika tidak dibersihkan akan menjadi racun bagi udang tersebut.

 

Ketidaksesuaian penempatan inlet dan outlet dari pertambakan menyebabkan air buangan, yang banyak mengandung limbah dan kemungkinan mengandung bibit penyakit, dari salah satu tambak menjadi air masukan pada inlet tambak lain. Air buangan yang digunakan untuk kegiatan budidaya memiliki kualitas yang buruk sehingga menyebabkan udang yang dibudidayakan stres dan rentan terserang penyakit.

 

Sebagian besar sifat infeksi virus hanya mengenali inangnya secara spesifik. Jika sel inangnya bukan sel yang dikenali maka tidak akan menginfeksi. Biasanya inang yang diinfeksi oleh virus tertentu memiliki karakter atau masih dekat tingkat kekerabatannya. Oleh sebab itu, serangannya terbatas hanya udang vaname saja, tidak ke udang galah, udang windu, atau pun ikan karena kekerabatannya jauh berbeda.

 

Timbulnya penyakit disebabkan oleh perubahan dari kondisi normal atas morfologi, struktur organ serta keadaan fisik dari udang, sehingga mengakibatkan gangguan pada fungsi organ tersebut. Timbulnya penyakit ini dipengaruhi oleh lingkungan dan kualitas air yang memburuk karena jika diuji secara fisik maupun kimia akan menunjukkan bahwa kualitas air pada kolam tidak sesuai dengan standar kualitas air untuk budidaya udang vaname seperti suhu, pH, DO, salinitas, warna air, bakteri patogen dan plankton.

 

Indikasi Penyakit

Nama: Infectious Myonecrosis atau infeksi myonekrosis atau lebih akrab disebut dengan penyakit Myo.

 

Tanda-tanda klinis: Ciri-ciri udang di tambak jika terkena myo adalah udang pucat, kemudian memerah di bagian ruas bawah sampai ekor.  Udang mengalami kerusakan jaringan otot pada tubuhnya, Otot yang rusak ini akan menimbulkan warna putih menggumpal. Hal ini lambat laun membuat jaringan otot akan mengalami pembusukan dan dapat mengakibatkan  kematian pada udang. Masalah ini harus dipecahkan, karena erat kaitannya antara mikroba, inang, dengan lingkungan sekitarnya.

 

Metode diagnosa: Udang mengalami kram pada jaringan otot, lalu pada segmen badannya terdapat seperti gumpalan awan putih. Jika sudah parah, jaringan otot akan mati yang akan berwarna merah.

 

Dampak Patogen

Toksisitas: penyakit bertipe kronis (membutuhkan waktu lama hingga menyebabkan mortalitas). Baru dapat menyebabkan kematian pada hari ke 9-13 setelah infeksi. Udang dalam fase benur, juvenil dan dewasa pada umur 60-80 hari budidaya rentan terserang virus, potensi kematiannya 50-70% populasi udang di tambak. Rendahnya salinitas <30 ppt juga mempercepat replikasi virus, sebaliknya pada salinitas 35 ppt proses replikasi lebih lambat.

 

Faktor pre-disposing: terjadinya penyakit ini akan turut dipicu menurunnya kualitas air atau tidak stabilnya kualitas air, terutama fluktuasi suhu. Terdapatnya sisa pakan yang menumpuk didasar tambak akan berubah menjadi amonia sehingga sangat berpotensi menjadi racun yang mematikan udang atau setidaknya membuat udang stres dan mudah terserang penyakit.

 

Transmisi: penularan IMNV terjadi secara horizontal karena kanibalisme dan melalui air, serta penularan secara vertikal diduga terjadi dari induk ke benur.

 

Epidemiologi: di Indonesia, penyakit myonecrosis pertama kali diketahui terjadi pada udang putih dari pertambakan di Situbondo, Jawa Timur, pada tahun 2006 dengan prevalensi 11,11% dan gejala klinis serupa dengan kejadian wabah myonecrosis di Brazil pada tahun 2003.

 

Inang atau vektor: dapat ditularkan melalui induk ke benur.

Periode inkubasi: Penyakit ini mulai teramati pada umur 40-60 hari.

 

Penanganan & pengendalian IMNV

Peringatan dini: udang mulai memucat, terdapat seperti gumpalan putih dibagian perut, kemudian memerah di bagian ruas bawah sampai ekor.

 

Pencegahan: dapat dicegah dengan memperketat sistem biosekuriti. Sejumlah langkah yang bisa dilakukan para petambak untuk meminimalisir penyakit myo, yang pertama adalah selalu gunakan benur dari indukan yang sudah terbukti bebas dari penyakit atau SPF (Specific Pathogen Free). Selanjutnya adalah penerapan biosekuriti yang ketat dalam kawasan pertambakan, kurangi kepadatan tebar benur tanpa oksigen yang cukup untuk supra intensif dan lakukan pemanenan bertahap.

 

Biosekuriti yang dapat dilakukan contohnya pembalikan tanah tambak, pengeringan tambak selama 2 minggu, pemberian klorin yang harus di netralkan nantinya agar tidak menjadi racun yang membunuh udang. Klorin harus dibilas keluar dari tambak dengan mengalirkan air ke dalam tambak kemudian airnya dibuang. Selanjutnya dapat dilakukan penyaringan air dengan tambak tandon, serta aplikasi plankton dan probiotik dapat memutus mata rantai serangan penyakit.

 

Langkah lainnya untuk mencegah penyakit myo dan penyakit lain masuk tambak baik melalui air, benur, maupun agen pembawa (kepiting, ikan, burung dan lainnya). Misalkan dengan memasang jaring atau plastik di dasar tambak untuk mencegah biota air seperti kepiting masuk tambak dan menggunakan alat penghalau burung. Penerapan biosekuriti juga sebaiknya dilakukan pada satu area pertambakan yang menggunakan satu saluran atau sumber air dan benur yang sama.

 

Pengobatan: tidak ada vaksinasi efektif untuk IMNV. Pada awal fase infeksi ketika mortalitas masih rendah dapat dilakukan: stabilisasi kualitas air khususnya suhu, salinitas, dan pH; meningkatkan aerasi; memberikan pakan tambahan yang mengandung imunostimulan ;  peningkatan pemberian vitamin C;  memberikan molase (25% dari FR/hari) penggunaan probiotik dan kapur dilakukan secara rutin pada pagi hari ; jumlah pakan diturunkan hingga 30—40% keadaan normal atau menghentikan pakan sementara hingga tingkat kematian berkurang dan tidak ada kematian lagi. Multivitamin atau vitamin C diberikan secara terus-menerus hingga kondisi udang kembali normal.

 

Eradikasi: ada baiknya dibentuk klaster pertambakan supaya ada kesepakatan pengelolaan antar petambak satu kawasan. Kesepakatan yang dimaksud, misalnya jika satu tambak terserang penyakit maka air tambaknya jangan langsung dibuang melainkan diberi perlakuan dulu seperti klorin pada air yang akan dibuang untuk meminimalisir penyebaran penyakit ke tambak lainnya. Bangkai udang yang telah terinfeksi maupun yang tidak terinfeksi diambil dan dibakar atau dikubur.

 

Penggantian air cukup dengan membuang air pada siang hari dan diisi kembali pada malam hari.  Kualitas air perlu diperhatikan dan diperbaiki, hindari pergantian air secara drastis, dan berikan partial droping plankton.

 

Namun ketika udang sudah terkena myo, tindakan yang paling aman adalah panen. Itu pun jika dari ukurannya sudah bisa di jual. Semua penyakit yang disebabkan virus pada dasarnya belum ada obatnya karena sifat infeksi virus biasanya intraseluler sehingga tidak terjangkau oleh obat-obatan. Hal yang perlu diperhatikan adalah dengan menjaga kualitas air tambak agar tetap layak untuk budidaya udang, meningkatkan imunitas udang, dan penerapan biosekuriti yang baik untuk mencegah masuknya patogen dalam area tambak.”

 

Yang perlu dingat dalam penanganan sebuah penyakit yaitu jangan mencari obat dulu, tetapi perbaiki kualitas air terlebih dulu. Setelah stabil, dilanjutkan penanganan pada udang. Dengan penanganan yang benar, kolam yang telah terjangkit myo di usia 40 hari bisa di-recovery  kembali. Panen dilakukan pada usia 65-70 hari dengan rata-rata SR yang baik masih bisa mencapai 60%.

 

 

Dapat disimpulkan, beberapa cara menangani penyakit myo yang pernah ia dilakukan di antaranya: (1) penggantian air 10 sampai 20%, merupakan cara paling cepat dan efektif, tetapi risiko paling besar; (2) penyiponan pada titik mati secara rutin, efektif jika cara dan waktu penyiponan tepat; (3) penggunaan probiotik; serta (4) penggunaan multivitamin (vitamin C secara terus menerus), imunostimulan dan asam organik yang bekerja meningkatkan penyerapan pakan yaitu sodium butirat, efektif jika kualitas air lingkungan sudah stabil. Pencapaian kualitas air dapat dilakukan juga dengan pemberian produk Fenanza yaitu multi mineral (Alkapond). 

Share Artikel Ini
Artikel Berita Lainnya

 

Industri budidaya udang tak lepas dari masalah serangan penyakit yang pada umumnya disebabkan karena bakteri dan virus. Beberapa jenis penyakit virus yang sering menyerang budidaya udang di antaranya White Spot Syndrome Virus (WSSV), Infectious Myo Necrosis Virus (IMNV), Enterocytozoon Hepatopenaei (EHP), dan White Feces Diase (WFD). Penyakit yang paling sering menyerang udang vaname yaitu Infectious Myo Necrosis Virus (IMNV). Jenis penyakit ini yang sangat ditakuti oleh para pembudidaya udang vanme karena dapat mengakibatkan kematian massal hingga 70%.

 

Apa sih, Myo? Pertama kali, virus myo atau Infectious Myo Necrosis Virus (IMNV) ditemukan di Brazil dan Pantai Amerika Selatan pada tahun 2003. Di Indonesia, IMNV ditemukan pertama kali di Situbondo pada tahun 2006, yang menyebabkan 300 ribu benur vaname mati.  Khususnya pembudidaya udang vaname, begitu takut dengan virus ini karena mereka beranggapan myo muncul berarti harus siap merugi.

 

Penyebab wabah virus myo

Penyebab penyakit Infectious Myo Necrosis Virus (IMNV), diduga karena menurunnya kondisi lingkungan tambak.  Faktor pendukung lain penyebab virus myo cukup tinggi yaitu dampak perubahan iklim. Perubahan cuaca dan suhu perairan tersebut memicu stres pada udang dan menyebabkan daya tahan tubuh udang menurun. Penyebab terjangkitnya penyakit ini ditengarai oleh menurunnya kualitas air atau tidak stabilnya kualitas air media budidaya, terutama fluktuasi suhu.

 

Penyebab virus myo bukan karena masuk musim kemarau, tetapi dari suhu ekstrim dan tak menentu, yaitu suhu di atas 31 oC dan 32 oC. Jarang menyipon atau membersihkan tambak udang juga menjadi penyebab serangan myo. Sisa pakan yang mengendap dan terakumulasi di dasar perairan akan berubah menjadi amoniak. Jika tidak dibersihkan akan menjadi racun bagi udang tersebut.

 

Ketidaksesuaian penempatan inlet dan outlet dari pertambakan menyebabkan air buangan, yang banyak mengandung limbah dan kemungkinan mengandung bibit penyakit, dari salah satu tambak menjadi air masukan pada inlet tambak lain. Air buangan yang digunakan untuk kegiatan budidaya memiliki kualitas yang buruk sehingga menyebabkan udang yang dibudidayakan stres dan rentan terserang penyakit.

 

Sebagian besar sifat infeksi virus hanya mengenali inangnya secara spesifik. Jika sel inangnya bukan sel yang dikenali maka tidak akan menginfeksi. Biasanya inang yang diinfeksi oleh virus tertentu memiliki karakter atau masih dekat tingkat kekerabatannya. Oleh sebab itu, serangannya terbatas hanya udang vaname saja, tidak ke udang galah, udang windu, atau pun ikan karena kekerabatannya jauh berbeda.

 

Timbulnya penyakit disebabkan oleh perubahan dari kondisi normal atas morfologi, struktur organ serta keadaan fisik dari udang, sehingga mengakibatkan gangguan pada fungsi organ tersebut. Timbulnya penyakit ini dipengaruhi oleh lingkungan dan kualitas air yang memburuk karena jika diuji secara fisik maupun kimia akan menunjukkan bahwa kualitas air pada kolam tidak sesuai dengan standar kualitas air untuk budidaya udang vaname seperti suhu, pH, DO, salinitas, warna air, bakteri patogen dan plankton.

 

Indikasi Penyakit

Nama: Infectious Myonecrosis atau infeksi myonekrosis atau lebih akrab disebut dengan penyakit Myo.

 

Tanda-tanda klinis: Ciri-ciri udang di tambak jika terkena myo adalah udang pucat, kemudian memerah di bagian ruas bawah sampai ekor.  Udang mengalami kerusakan jaringan otot pada tubuhnya, Otot yang rusak ini akan menimbulkan warna putih menggumpal. Hal ini lambat laun membuat jaringan otot akan mengalami pembusukan dan dapat mengakibatkan  kematian pada udang. Masalah ini harus dipecahkan, karena erat kaitannya antara mikroba, inang, dengan lingkungan sekitarnya.

 

Metode diagnosa: Udang mengalami kram pada jaringan otot, lalu pada segmen badannya terdapat seperti gumpalan awan putih. Jika sudah parah, jaringan otot akan mati yang akan berwarna merah.

 

Dampak Patogen

Toksisitas: penyakit bertipe kronis (membutuhkan waktu lama hingga menyebabkan mortalitas). Baru dapat menyebabkan kematian pada hari ke 9-13 setelah infeksi. Udang dalam fase benur, juvenil dan dewasa pada umur 60-80 hari budidaya rentan terserang virus, potensi kematiannya 50-70% populasi udang di tambak. Rendahnya salinitas <30 ppt juga mempercepat replikasi virus, sebaliknya pada salinitas 35 ppt proses replikasi lebih lambat.

 

Faktor pre-disposing: terjadinya penyakit ini akan turut dipicu menurunnya kualitas air atau tidak stabilnya kualitas air, terutama fluktuasi suhu. Terdapatnya sisa pakan yang menumpuk didasar tambak akan berubah menjadi amonia sehingga sangat berpotensi menjadi racun yang mematikan udang atau setidaknya membuat udang stres dan mudah terserang penyakit.

 

Transmisi: penularan IMNV terjadi secara horizontal karena kanibalisme dan melalui air, serta penularan secara vertikal diduga terjadi dari induk ke benur.

 

Epidemiologi: di Indonesia, penyakit myonecrosis pertama kali diketahui terjadi pada udang putih dari pertambakan di Situbondo, Jawa Timur, pada tahun 2006 dengan prevalensi 11,11% dan gejala klinis serupa dengan kejadian wabah myonecrosis di Brazil pada tahun 2003.

 

Inang atau vektor: dapat ditularkan melalui induk ke benur.

Periode inkubasi: Penyakit ini mulai teramati pada umur 40-60 hari.

 

Penanganan & pengendalian IMNV

Peringatan dini: udang mulai memucat, terdapat seperti gumpalan putih dibagian perut, kemudian memerah di bagian ruas bawah sampai ekor.

 

Pencegahan: dapat dicegah dengan memperketat sistem biosekuriti. Sejumlah langkah yang bisa dilakukan para petambak untuk meminimalisir penyakit myo, yang pertama adalah selalu gunakan benur dari indukan yang sudah terbukti bebas dari penyakit atau SPF (Specific Pathogen Free). Selanjutnya adalah penerapan biosekuriti yang ketat dalam kawasan pertambakan, kurangi kepadatan tebar benur tanpa oksigen yang cukup untuk supra intensif dan lakukan pemanenan bertahap.

 

Biosekuriti yang dapat dilakukan contohnya pembalikan tanah tambak, pengeringan tambak selama 2 minggu, pemberian klorin yang harus di netralkan nantinya agar tidak menjadi racun yang membunuh udang. Klorin harus dibilas keluar dari tambak dengan mengalirkan air ke dalam tambak kemudian airnya dibuang. Selanjutnya dapat dilakukan penyaringan air dengan tambak tandon, serta aplikasi plankton dan probiotik dapat memutus mata rantai serangan penyakit.

 

Langkah lainnya untuk mencegah penyakit myo dan penyakit lain masuk tambak baik melalui air, benur, maupun agen pembawa (kepiting, ikan, burung dan lainnya). Misalkan dengan memasang jaring atau plastik di dasar tambak untuk mencegah biota air seperti kepiting masuk tambak dan menggunakan alat penghalau burung. Penerapan biosekuriti juga sebaiknya dilakukan pada satu area pertambakan yang menggunakan satu saluran atau sumber air dan benur yang sama.

 

Pengobatan: tidak ada vaksinasi efektif untuk IMNV. Pada awal fase infeksi ketika mortalitas masih rendah dapat dilakukan: stabilisasi kualitas air khususnya suhu, salinitas, dan pH; meningkatkan aerasi; memberikan pakan tambahan yang mengandung imunostimulan ;  peningkatan pemberian vitamin C;  memberikan molase (25% dari FR/hari) penggunaan probiotik dan kapur dilakukan secara rutin pada pagi hari ; jumlah pakan diturunkan hingga 30—40% keadaan normal atau menghentikan pakan sementara hingga tingkat kematian berkurang dan tidak ada kematian lagi. Multivitamin atau vitamin C diberikan secara terus-menerus hingga kondisi udang kembali normal.

 

Eradikasi: ada baiknya dibentuk klaster pertambakan supaya ada kesepakatan pengelolaan antar petambak satu kawasan. Kesepakatan yang dimaksud, misalnya jika satu tambak terserang penyakit maka air tambaknya jangan langsung dibuang melainkan diberi perlakuan dulu seperti klorin pada air yang akan dibuang untuk meminimalisir penyebaran penyakit ke tambak lainnya. Bangkai udang yang telah terinfeksi maupun yang tidak terinfeksi diambil dan dibakar atau dikubur.

 

Penggantian air cukup dengan membuang air pada siang hari dan diisi kembali pada malam hari.  Kualitas air perlu diperhatikan dan diperbaiki, hindari pergantian air secara drastis, dan berikan partial droping plankton.

 

Namun ketika udang sudah terkena myo, tindakan yang paling aman adalah panen. Itu pun jika dari ukurannya sudah bisa di jual. Semua penyakit yang disebabkan virus pada dasarnya belum ada obatnya karena sifat infeksi virus biasanya intraseluler sehingga tidak terjangkau oleh obat-obatan. Hal yang perlu diperhatikan adalah dengan menjaga kualitas air tambak agar tetap layak untuk budidaya udang, meningkatkan imunitas udang, dan penerapan biosekuriti yang baik untuk mencegah masuknya patogen dalam area tambak.”

 

Yang perlu dingat dalam penanganan sebuah penyakit yaitu jangan mencari obat dulu, tetapi perbaiki kualitas air terlebih dulu. Setelah stabil, dilanjutkan penanganan pada udang. Dengan penanganan yang benar, kolam yang telah terjangkit myo di usia 40 hari bisa di-recovery  kembali. Panen dilakukan pada usia 65-70 hari dengan rata-rata SR yang baik masih bisa mencapai 60%.

 

 

Dapat disimpulkan, beberapa cara menangani penyakit myo yang pernah ia dilakukan di antaranya: (1) penggantian air 10 sampai 20%, merupakan cara paling cepat dan efektif, tetapi risiko paling besar; (2) penyiponan pada titik mati secara rutin, efektif jika cara dan waktu penyiponan tepat; (3) penggunaan probiotik; serta (4) penggunaan multivitamin (vitamin C secara terus menerus), imunostimulan dan asam organik yang bekerja meningkatkan penyerapan pakan yaitu sodium butirat, efektif jika kualitas air lingkungan sudah stabil. Pencapaian kualitas air dapat dilakukan juga dengan pemberian produk Fenanza yaitu multi mineral (Alkapond). 

Share Artikel Ini
Artikel Berita Lainnya
Our customer support team is here to answer your questions. Ask us anything!