Keberhasilan usaha budidaya udang sangat dipengaruhi oleh 3 faktor yang sama pentingnya, yaitu breeding (pemuliaan biakan, bibit), feeding (pakan) dan management (tata laksana). Namun jika dilihat dari total biaya produksi dalam usaha budidaya, maka kontribusi pakan adalah yang paling tinggi sekitar 70%, sehingga dalam kegiatan budidaya manajemen pakan harus benar-benar diperhatikan.
Banyak cara yang telah dilakukan untuk mengurangi biaya pakan misalnya dengan membuat pakan sendiri dengan bahan lokal dan harga murah serta bisa dengan melakukan fermentasi pakan sebelum pakan diberikan pada udang. Dan berdasarkan beberapa referensi maka dengan melakukan fermentasi pakan adalah cara yang paling mudah serta dapat menghasilkan FCR yang cukup baik.
Meskipun harga pakan udang relatif mahal, tetapi untung budidaya udang memang nyata gurihnya. Apalagi, ada aplikasi pakan fermentasi yang bisa membuat pakan lebih bergizi. Biasanya, kandungan protein pakan yang telah difermentasi akan naik. Misal, dedak Semula, kadar protein sekitar 12%%. Setelah fermentasi, protein naik menjadi 16-18%.
Pakan fermentasi adalah pakan yang sebelum diberikan ke udang atau ikan sudah difermentasikan terlebih dahulu. Dengan begitu, bahan-bahan baku di dalam pakan akan dibantu pemecahannya oleh enzim yang dihasilkan oleh mikroba atau probiotik, yang digunakan saat fermentasi.
Sebagai contoh, biji jagung terbagi menjadi bagian yang mudah dipecah dan sulit dipecah. Bagian yang sulit dipecah disebabkan—misalnya—mengandung banyak lignin, selulosa, hemiselulosa, atau bahan lain penyusun serat kasar. Dalam sistem pencernaan, bahan-bahan yang sulit dipecah tersebut akan dibuang melalui feses, meskipun masih terdapat nutrisi yang bisa digunakan. Disebabkan waktu pencernaan terbatas, bahan yang susah dicerna akan dibuang.
TDN (Total Digestible Nutrient) naik, FCR turun
Fermentasi membantu pemecahan bahan-bahan yang terdapat dalam pakan secara enzimatis. Bahan penyusun material pakan yang tidak atau sulit terurai dalam saluran pencernaan menjadi lebih banyak yang terurai. Dengan begitu, bahan pakan yang dicerna tubuh menjadi lebih banyak dan efisiensi penyerapan pakan juga naik. Semakin banyak nutrisi yang bisa diserap tubuh menyebabkan TDN (total digestible nutrient) naik.
Naiknya TDN jelas akan meningkatkan hasil produksi. Jika sebelumnya banyak nutrisi yang terbuang, kini nutrisi diserap dan terkonversi menjadi daging. Feed Convertion Ratio (FCR) pun menurun. Pasalnya, jumlah pakan yang dibutuhkan untuk menghasilkan satu kilogram produk menjadi lebih sedikit,
Dalam proses fermentasi, pakan sudah ‘dicerna’ di luar sehingga kerja saluran pencernaan udang menjadi lebih ringan untuk memproses protein dan unsur lain yang terkandung dalam pakan. Saluran pencernaan udang ‘selamat’ dari asupan bahan nabati yang ada dalam pakan yang jaringannya masih dikelilingi oleh selulosa yang sulit untuk dicerna oleh udang. Sedangkan nutrien yang sudah jadi—seperti asam amino essensial, glukosa, dan asam lemak langsung—bisa diserap udang.
Pakan yang difermentasi tidak menjadi racun, rusak, atau mengembang meskipun sudah 3 hari tidak dikonsumsi dan masih berada di badan air. Pakan lebih awet dan tidak mudah hancur. Efek proses fermentasi membuat tekstur pakan menjadi tidak cepat hancur di dalam air.
Udang Lebih Sehat
Pemberian pakan fermentasi memperbaiki dan meningkatkan sistem imun atau kekebalan tubuh udang terhadap virus penyebab penyakit. Dengan penggunaan pakan fermentasi angka kematian bisa diturunkan antara 30—50%.
Persentase protein pakan akan meningkat serta biovailabilitas mineral juga ikut meningkat. Pakan fermentasi memperbaiki kesehatan usus dan kekebalan tubuh udang, sedangkan limbah padat yang dihasilkan menjadi lebih sedikit. Beberapa spesies probiotik yang biasa digunakan untuk fermentasi mampu menghasilkan zat autoimun dan mampu menghasilkan nutrisi tambahan.
Sebagai contoh, Bacillus mampu memberikan dampak meningkatkan kekebalan tuhuh dengan meningkatnya sistem imun pada udang dan menghasilkan vit B12. Sementara Lactobacillus mampu menghambat serangan bakteri patogen yaitu infeksi E. Coli dan Salmonella sehingga udang lebih tahan terhadap infeksi saluran pencernaan.
Protein pakan mengandung unsur (N) yang akan terurai oleh bakteri nitrosomonas menjadi amoniak. Selanjutnya, bakteri nitrobacter merubah nitrogen menjadi nitrit, sedangkan azotobacter merubah nitrit menjadi nitrat. Nitrat yang dihasilkan akan menyuburkan plankton.
Macetnya proses nitrifikasi menghasilkan nitrit yang beracun. Seiring dengan naiknya pH dan suhu, keseimbangan bergeser sehingga ammonium berubah menjadi amoniak yang beracun bagi udang.
Bakteri anaerob merombak unsur N dalam pakan yang sudah difermentasi langsung ke asam amino esensial. Inilah jalan pintas reaksi nitrifikasi tanpa melalui proses menghasilkan nitrit. Dengan begitu, usus udang dapat diusahakan aman dari kerusakan, yang kebanyakan menimbulkan kasus white feses disease (WFD). Hal ini disebabkan total nutrisi bisa dimanfaatkan oleh udang.
Disebabkan jumlah pakan yang terserap tubuh lebih tinggi, maka sisa nutrisi yang terbuang dalam feses menjadi lebih sedikit. Dengan begitu, beban cemaran organik TOM (Total Organik Matter) menjadi lebih kecil. Beban cemaran air lebih sedikit, ekosistem kolam makin sehat dan kualitas air semakin bagus.
Baik—Buruk Aplikasi Fermentasi
Bukannya tanpa risiko, aplikasi pakan fermentasi juga memiliki beberapa kelemahan. Selain dari bertambahnya anggaran untuk pembelian probiotik, beberapa metode fermentasi dirasakan kurang praktis sehingga aplikasinya terasa merepotkan.
Tak hanya itu, bahwa energi pakan menurun akibat dimanfaatkan oleh mikroba. Selain itu, pakan rentan terkontaminasi mikroba patogen saat proses fermentasi sehingga menghasilkan racun.
Dalam fermentasi pakan, petambak perlu memahami bahwa probiotik akan aktif dan hidup untuk memecah bahan pada media yang basah. Oleh sebab itu, sebelum ‘memeram’ pakan, tambahkan air terlebih dulu.
Selanjutnya, taburkan tepung probiotik dan aduk hingga rata. Jika probiotik yang digunakan dalam bentuk cair, encerkan terlebih dulu probiotik dengan air yang bersih agar dengan mudah tercampur merata. Air juga memberikan kelembapan pada pakan yang akan difermentasi. Selanjutnya, pakan yang sudah dicampur dengan probiotik dan lembap di-inkubasi dalam waktu 1—2 hari.
Bentuk fisik pakan yang terfermentasi berhubungan dengan kadar air dan waktu fermentasi. Pakan yang terlalu basah dan difermentasi dalam waktu lebih lama akan membentuk jaringan hifa atau miselium jamur sehingga akan membentuk gumpalan.
Sementara bentuk pakan yang tidak terlalu basah dan difermentasi pada umur fermentasi 1—2 hari hampir sama dengan pakan nonfermentasi, tetapi lebih basah dan beraroma lebih harum.
Hal yang perlu dipahami dalam proses fermentasi pakan bahwa berbeda probiotik menyebabkan bahan pakan yang dipecahkan juga bisa berbeda. Otomatis, hasil akhirnya pun berbeda. Oleh sebab itu, penggunaan mikroba atau probiotik harus tepat agar hasil fermentasi maksimal sesuai dengan harapan.
Enzim Pencernaan Udang
Enzim pencernaan pada udang—termasuk vaname—umumnya disintesis di F-cells (fibrillar cells) dan terakumulasi di B-cells (blister-like cells). Hepatopankreas sebagai organ sekretori utama mengeluarkan enzim pencernaan yang meliputi protease, enzim lipolitik, kitinase, selulase, laminarinase, α/β-glukosidase, dan α-amilase sehingga berbagai bahan penyusun pakan—termasuk selulosa—dari dinding sel tumbuhan, laminarin dari alga cokelat, dan non-starch polysaccharides lainnya dapat lebih mudah dicerna.
Hasil Penelitian fermentasi top coating pada pakan
Hasil penelitian yang dilakukan Romi Novriadi, Staff Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya, Kementerian Kelautan dan Perikanan, menunjukkan tingkat perbaikan kualitas pakan, diukur dari laju pertumbuhan, rasio konversi pakan, tingkat kelulushidupan, tingkat konsumsi pakan, dan Thermal Growth Coefficient (TGC).
Penelitian ini ini dilakukan dengan cara pelapisan pakan dengan larutan hasil fermentasi, yaitu campuran fermentasi hasil akitivitas dari mikroba Lactobacillus spp dan Bacillus spp. Proses coating dilakukan dengan melarutkan mikroba tersebut dan molase ke dalam air tawar. Campuran ini diaerasi selama 8—12 jam. Selanjutnya, larutan fermentasi dicampur dalam pakan dan diaduk rata dengan mixer selama 15 menit. Pakan yang telah tercampur rata kemudian dikeringanginkan dan segera diberikan kepada udang.
Hasil percobaan menunjukkan penggunaan larutan fermentasi memberikan pengaruh signifikan terhadap berat akhir udang, rasio konversi pakan (FCR), tingkat kelulushidupan, dan populasi bakteri Vibrio spp dalam saluran pencernaan.
Secara statistik, penggunaan larutan fermentasi dengan konsentrasi 1% memberikan hasil pertambahan berat yang lebih besar dibandingkan perlakuan BF dengan dosis 0,5 % atau tanpa pemberian larutan fermentasi ( kontrol).
Penambahan larutan fermentasi Lactobacillus spp dan Bacillus spp dengan menggunakan molase sebagai substrat memperkuat reaksi enzim ini, sekaligus mempercepat proses degradasi makro-nutrien menjadi partikel yang lebih mudah diserap.
Nutrien yang lebih mudah diserap dan kondisi kesehatan pencernaan yang lebih baik menjadikan udang yang diberi pakan perlakuan memiliki karakter pertumbuhan dan tingkat kelulushidupan yang lebih baik.
Demikian uraian bagaimana fermentasi bisa meningkatkan keterserapan pakan sehingga berdampak pada perolehan FCR pakan yang menurun. Terimakasih atas perhatiannya.