(021) 83787990

contact@fenanza.id

Mengatasi Dampak Musim Hujan Pada Tambak Udang

Memahami perubahan kualitas air dan dasar
tambak membantu mengelola risiko yang diakibatkannya.

Hujan lebat berdampak pada kualitas air dan dasar tambak udang,
dan petambak harus memahami proses ini agar siap mengelola risiko terkait.

 

Hujan lebat selama musim hujan memiliki dampak langsung dan tidak langsung pada produksi udang di kolam pembesaran udang, bagaimana dampak tersebut saling terkait, apa saja konsekuensinya dalam hal kesehatan udang, dan apa yang dapat dilakukan oleh pembudidaya udang untuk membatasi kerugian yang terkait dengan realitas iklim ini. Secara potensial, hujan dapat menjadi bencana bagi budidaya udang, meskipun seringkali kematian berikutnya tidak terkait dengan faktor iklim ini.

 

Bagian berikut menjelaskan faktor fisik yang secara langsung terkait dengan curah hujan dan bagaimana faktor-faktor ini memengaruhi perilaku ekosistem lokal. Penting untuk menyadari bahwa hujan tidak hanya berdampak langsung pada profil kimia media budidaya, tetapi juga secara drastis mengubah keseimbangan ekologi tambak udang selama periode yang panjang beberapa hari setelah hujan berhenti.

 

Dampak langsung hujan

Hujan umumnya memiliki suhu 5 hingga 6 derajat-C lebih rendah daripada lingkungan, tetapi bisa jauh lebih rendah jika dikaitkan dengan sistem tekanan rendah yang masif. Sebagai hasil dari pelarutan karbon dioksida (CO2), hujan sebenarnya adalah larutan asam karbonat yang lemah dengan pH 6,2 hingga 6,4. Kedua faktor fisik ini cenderung menurunkan suhu dan pH tambak udang. Selain itu, sebagai akibat dari pengenceran, salinitas dan kesadahan juga menurun karena pengurangan konsentrasi ion dalam larutan.

 

Perubahan fisik lainnya yang berhubungan langsung dengan hujan termasuk peningkatan padatan tersuspensi karena pengangkutan material tanah dari retribusi tambak. Dan kekeruhan tambak yang lebih tinggi ini berdampak negatif pada penetrasi sinar matahari dan menyebabkan jatuhnya populasi fototrofik secara tiba-tiba.

 

Pembentukan haloklin (batas vertikal yang kuat atau gradien salinitas antara lapisan air dengan kadar garam yang berbeda) di kolam sering dapat diamati karena perbedaan salinitas antara hujan dan air kolam, karena air hujan yang kurang padat mengapung di air kolam yang lebih asin.

 

Efek tidak langsung dari hujan

Seringkali terjadi serangkaian peristiwa yang mana curah hujan hanyalah permulaan. Hampir selalu terjadi penurunan mendadak (crash) populasi mikroalga sesaat setelah (atau selama) hujan. Hal ini disebabkan oleh banyak faktor, meskipun faktor yang paling berperan dalam fenomena ini adalah penurunan pH (keasaman relatif hujan), penurunan konsentrasi mineral dan mikronutrien, peningkatan kekeruhan, & akhirnya penurunan intensitas matahari.

 

Kemudian populasi bakteri heterotrofik yang berperan untuk menguraikan bahan organik meningkat secara eksponensial karena peningkatan ketersediaan nutrisi dari sel alga mati yang mengendap di dasar kolam.

 

Pada saat ini, sangat umum untuk mengamati penurunan terus-menerus pada tingkat oksigen terlarut (DO) terlepas dari waktu. Tingginya kebutuhan oksigen biologis (BOD) oleh bakteri heterotrofik dan kurangnya produksi oksigen oleh organisme autotrofik (yang sudah mati), dapat mencapai situasi hipoksia dalam waktu yang sangat singkat jika tidak ada tindakan korektif. Selain mengonsumsi oksigen yang tersedia, respirasi bakteri menghasilkan karbon dioksida, yang larut dalam air dan akan semakin menurunkan pH.

 

Rangkaian kejadian ini yang berakhir dengan rendahnya DO, pH, dan kondisi suhu rendah menciptakan lingkungan yang sangat tidak menguntungkan bagi budidaya udang. Pertama, kondisi ini dan sejumlah besar bahan organik sangat ideal untuk perkembangbiakan bakteri dengan strategi reproduksi yang cepat dan serbaguna yang bersifat anaerobik fakultatif dan dapat mendominasi biota uniseluler. Vibrio spp biasanya mendominasi dalam kondisi ini, dan, secara umum, semuanya merupakan patogen potensial, baik yang bersifat proteolitik atau hemolitik, atau keduanya.

 

Dan dalam kondisi yang sama ini, potensi oksidasi/reduksi lumpur mungkin akan negatif. Dengan kata lain, semua senyawa akan tereduksi dalam kondisi ini, termasuk sulfat. Dalam kondisi reduktif dan pH rendah, hidrogen sulfida (H2S) sangat beracun bagi udang pada konsentrasi yang biasanya tidak menimbulkan masalah. Hidrogen sulfida bersifat toksik karena mengganggu rantai metabolisme oksidasi sitokrom a3 selama proses respirasi aerobik. Efeknya terbatas pada H2S, karena ion HS- tidak menunjukkan toksisitas dalam kisaran normal produksi udang.

 

 

 

Dampak pada kesehatan udang

Suhu

Suhu lingkungan memiliki efek mendalam pada laju metabolisme semua organisme poikilotermik (organisme berdarah dingin, memiliki suhu tubuh variabel yang mirip dengan suhu lingkungannya), dan udang tanpa terkecuali. Biasanya, pengurangan konsumsi pakan terjadi sekitar 10 persen (berat kering) untuk setiap derajat Celcius suhu air yang lebih rendah. Karena, hujan dapat menurunkan suhu air tambak hingga 3 hingga 5 derajat-C, pengurangan sementara minimal 30 persen dalam konsumsi pakan dapat diharapkan.

 

Seperti disebutkan sebelumnya, karena kepadatan air hujan yang relatif rendah, lapisan air tawar yang dingin akan cenderung terbentuk di bawah air tambak yang paling padat dan paling hangat. Efek stratifikasi air tambak atau haloklin dengan lapisan air yang lebih dalam dan lebih dingin ini akan memperlambat pemanasan air oleh matahari. Penting untuk membuang lapisan air yang dingin ini atau setidaknya menghomogenkan air kolam melalui beberapa intervensi mekanis untuk meminimalkan besarnya dan kecepatan perubahan suhu.

 

Selain mengurangi nafsu makan, kondisi stratifikasi termal ini akan membuat udang bermigrasi ke area kolam dengan suhu dan salinitas yang lebih tinggi dan mungkin menjauh dari hujan di permukaan kolam. Salah satu konsekuensinya adalah peningkatan kepadatan udang yang signifikan di beberapa area kolam yang lebih dalam, dimana kadar oksigen terlarut paling rendah dan konsentrasi H2S paling tinggi di seluruh kolam. Jika pakan normal terus diterapkan, dekomposisi bakteri pada sisa pakan akan semakin memperburuk situasi karena penurunan pH dan peningkatan BOD oleh respirasi aerobik oleh populasi bakteri heterotrofik.

 

Keasaman (pH)

Curah hujan memiliki pH 6,5 hingga 6,7 dan pH tambak udang biasanya memiliki nilai antara 7,5 dan 8,5, dan penurunan 0,3 hingga 1,5 dapat terjadi selama hujan. Kematian mendadak populasi fitoplankton di tambak sangat sering terjadi, meskipun penting untuk dicatat bahwa penurunan salinitas tidak menimbulkan masalah yang sama dan, pada kenyataannya, sianobakteri (biru-hijau) mendominasi dalam kondisi salinitas rendah.

 

Kematian fitoplankton secara besar-besaran ini menyediakan sejumlah besar gula sederhana bagi ekosistem tambak karena autolisis memecah dinding sel dan melepaskan sitoplasma ke dalam air. Dalam beberapa jam biasanya terjadi peningkatan eksponensial bakteri heterotrofik yang mulai mengasimilasi gula. Namun ada biaya metabolisme dalam konsumsi sebagian besar/semua oksigen terlarut yang tersedia untuk respirasi, sebelum beralih ke rute anaerobik alternatif yang jauh kurang efisien. Respirasi aerobik juga menghasilkan karbon dioksida, yang setelah dihidrolisis membentuk asam karbonat, yang selanjutnya semakin menekan pH. Jadi, dalam waktu singkat gangguan pH yang disebabkan oleh hujan dapat mengakibatkan situasi serius dimana pH akan terus turun hingga populasi fitoplankton dapat dipulihkan.

 

Oksigen terlarut

Kadar oksigen terlarut (DO) merupakan faktor terpenting dalam produksi udang. Tingkat kejenuhannya dalam air 25 kali lebih rendah daripada udara sekitar pada suhu yang sama. Oleh karena itu, oksigen terlarut akan selalu menjadi faktor pembatas pertama dalam produksi aerobik biomassa akuatik.

 

Meskipun penurunan suhu dan salinitas air tambak akibat hujan meningkatkan kapasitas maksimum (titik jenuh) penyerapan oksigen oleh air tambak, kurangnya fotosintesis akan menjadi faktor penentu terkait kadar DO di tambak. Hal ini, dikombinasikan dengan peningkatan kebutuhan oksigen biologis (BOD) oleh bakteri heterotrofik dan tanpa adanya aerasi (mekanis) tambahan, dapat menurunkan DO ke tingkat yang berbahaya (sama dengan atau kurang dari 3 ppm) dalam waktu kurang dari setengah jam. Dan kadar DO yang rendah dapat meningkatkan reduksi sulfat menjadi sulfit, yang pada akhirnya menyebabkan produksi H2S yang beracun.

 

 

 

Salinitas dan kesadahan

Salinitas dan kesadahan merupakan fungsi dari konsentrasi ion terlarut, jadi jika terjadi peningkatan volume air kolam, konsentrasi semua ion akan menurun.

 

Kematian udang biasanya tidak berhubungan langsung dengan salinitas selama masa pertumbuhan; namun, akan ada dampak signifikan pada tingkat homeostasis hewan (autoregulasi internal agar berada dalam keadaan stabil). Fase pasca-molting udang melibatkan penyerapan aktif ion kalsium dan magnesium dari media mereka untuk mengeraskan rangka luarnya (cangkang), dan proses ini tidak dapat berlangsung tanpa ion-ion ini. Akibatnya, akan terjadi peningkatan signifikan dalam kanibalisme dan kematian yang berhubungan dengan infeksi sekunder yang disebabkan oleh patogen oportunistik. Kematian udang kronis ini biasanya tidak diketahui hingga beberapa minggu setelah kejadian hujan, yang semakin memperumit situasi.

 

Praktik yang disarankan untuk meminimalkan dampak hujan lebat

Sebelum hujan:

·       Bersihkan dan perbesar saluran drainase. Dalam beberapa kasus, mungkin perlu memasang stasiun pompa di salah satu ujung saluran drainase untuk membuang air hujan secara mekanis saat permukaan tambak melebihi permukaan drainase.

·       Tempatkan kantong kalsium karbonat (500 kg/ha) di dinding. Saat hujan, kalsium karbonat larut dan menembus dinding, membantu menjaga pH dan kesadahan dalam nilai kolam yang dapat diterima. Dalam kasus ekstrem, aplikasi kalium klorida pada 100 kg/ha direkomendasikan.

·       Perbaiki dan padatkan lereng tanggul dan bendungan, dan lindungi area erosi terbesar dengan kantong pakan berisi pasir.

·       Pastikan semua pintu drainase kolam memungkinkan drainase permukaan. Pipa PVC yang dikubur secara horizontal di tanggul setinggi kolam penuh dapat meningkatkan efisiensi jenis drainase ini.

·       Jika tambak udang memilikinya, uji semua peralatan aerasi dan pemasangan jaringan listrik serta panel kontrol. Jika tidak ada aerasi mekanis yang terpasang, disarankan untuk memasang setidaknya satu aerator bergerak yang dapat dipindahkan antar kolam menggunakan traktor kecil.

 

Saat hujan:

·       Kuras air permukaan.

·       Ukur DO dan pH secara terus-menerus, dan jika pH turun, berikan kalsium karbonat.

·       Kurangi pemberian pakan hingga 70 persen dari ransum normal, dan terus kurangi sesuai dengan suhu dan data DO.

·       Nyalakan semua aerator mekanis yang tersedia dan usahakan untuk mempertahankan kadar DO di atas 4 ppm setiap saat.

·       Jika kematian alga akan terjadi, terkadang hal itu dapat dicegah dengan pertukaran air kolam untuk mengurangi kepadatan sel alga dan dengan menaikkan pH.

 

Setelah hujan:

·       Berikan pakan akuatik dalam jumlah yang semakin meningkat di kolam seiring dengan meningkatnya suhu, selama nilai pH dan DO dapat diterima dan populasi udang diketahui.

·       Sangat penting untuk mengonfirmasi ulang estimasi populasi udang setelah hujan. Karena kematian udang cenderung kronis, pengambilan sampel populasi harian harus dilakukan setidaknya selama seminggu setelahnya.

·       Tambahkan vitamin C, dan garam kalium, natrium, dan magnesium ke pakan akuatik sebelum pemberian pakan.

·       Beberapa peneliti merekomendasikan penambahan probiotik (mungkin spesies dengan kapasitas tinggi untuk menguraikan bahan organik) dalam dosis tinggi untuk mencegah dominasi bakteri yang tidak diinginkan.

·       Pertahankan tingkat aerasi yang tinggi hingga ada populasi mikroalga baru yang stabil di kolam.

 

 

 

Kesimpulan

 

Efek keseluruhan dari curah hujan berlebih di kolam udang adalah kematian udang pada tingkat yang lebih besar atau lebih kecil. Pengurangan populasi ini dapat disebabkan oleh beberapa hal, seperti hipoksia, infeksi sekunder, kanibalisme, keracunan H2S, dan masalah lain yang terkait dengan pergantian kulit (molting) yang tidak tuntas. Kematian ini biasanya terjadi dua hingga tiga hari setelah hujan, tanpa tanda-tanda yang jelas seperti kehadiran burung camar, misalnya. Oleh karena itu, sangat penting bagi pengelola tambak udang untuk memahami proses yang terkait dengan hujan lebat dan bersiap mengambil tindakan yang tepat untuk membatasi risiko ekonomi.

 

Share Artikel Ini
Artikel Berita Lainnya

Memahami perubahan kualitas air dan dasar
tambak membantu mengelola risiko yang diakibatkannya.

Hujan lebat berdampak pada kualitas air dan dasar tambak udang,
dan petambak harus memahami proses ini agar siap mengelola risiko terkait.

 

Hujan lebat selama musim hujan memiliki dampak langsung dan tidak langsung pada produksi udang di kolam pembesaran udang, bagaimana dampak tersebut saling terkait, apa saja konsekuensinya dalam hal kesehatan udang, dan apa yang dapat dilakukan oleh pembudidaya udang untuk membatasi kerugian yang terkait dengan realitas iklim ini. Secara potensial, hujan dapat menjadi bencana bagi budidaya udang, meskipun seringkali kematian berikutnya tidak terkait dengan faktor iklim ini.

 

Bagian berikut menjelaskan faktor fisik yang secara langsung terkait dengan curah hujan dan bagaimana faktor-faktor ini memengaruhi perilaku ekosistem lokal. Penting untuk menyadari bahwa hujan tidak hanya berdampak langsung pada profil kimia media budidaya, tetapi juga secara drastis mengubah keseimbangan ekologi tambak udang selama periode yang panjang beberapa hari setelah hujan berhenti.

 

Dampak langsung hujan

Hujan umumnya memiliki suhu 5 hingga 6 derajat-C lebih rendah daripada lingkungan, tetapi bisa jauh lebih rendah jika dikaitkan dengan sistem tekanan rendah yang masif. Sebagai hasil dari pelarutan karbon dioksida (CO2), hujan sebenarnya adalah larutan asam karbonat yang lemah dengan pH 6,2 hingga 6,4. Kedua faktor fisik ini cenderung menurunkan suhu dan pH tambak udang. Selain itu, sebagai akibat dari pengenceran, salinitas dan kesadahan juga menurun karena pengurangan konsentrasi ion dalam larutan.

 

Perubahan fisik lainnya yang berhubungan langsung dengan hujan termasuk peningkatan padatan tersuspensi karena pengangkutan material tanah dari retribusi tambak. Dan kekeruhan tambak yang lebih tinggi ini berdampak negatif pada penetrasi sinar matahari dan menyebabkan jatuhnya populasi fototrofik secara tiba-tiba.

 

Pembentukan haloklin (batas vertikal yang kuat atau gradien salinitas antara lapisan air dengan kadar garam yang berbeda) di kolam sering dapat diamati karena perbedaan salinitas antara hujan dan air kolam, karena air hujan yang kurang padat mengapung di air kolam yang lebih asin.

 

Efek tidak langsung dari hujan

Seringkali terjadi serangkaian peristiwa yang mana curah hujan hanyalah permulaan. Hampir selalu terjadi penurunan mendadak (crash) populasi mikroalga sesaat setelah (atau selama) hujan. Hal ini disebabkan oleh banyak faktor, meskipun faktor yang paling berperan dalam fenomena ini adalah penurunan pH (keasaman relatif hujan), penurunan konsentrasi mineral dan mikronutrien, peningkatan kekeruhan, & akhirnya penurunan intensitas matahari.

 

Kemudian populasi bakteri heterotrofik yang berperan untuk menguraikan bahan organik meningkat secara eksponensial karena peningkatan ketersediaan nutrisi dari sel alga mati yang mengendap di dasar kolam.

 

Pada saat ini, sangat umum untuk mengamati penurunan terus-menerus pada tingkat oksigen terlarut (DO) terlepas dari waktu. Tingginya kebutuhan oksigen biologis (BOD) oleh bakteri heterotrofik dan kurangnya produksi oksigen oleh organisme autotrofik (yang sudah mati), dapat mencapai situasi hipoksia dalam waktu yang sangat singkat jika tidak ada tindakan korektif. Selain mengonsumsi oksigen yang tersedia, respirasi bakteri menghasilkan karbon dioksida, yang larut dalam air dan akan semakin menurunkan pH.

 

Rangkaian kejadian ini yang berakhir dengan rendahnya DO, pH, dan kondisi suhu rendah menciptakan lingkungan yang sangat tidak menguntungkan bagi budidaya udang. Pertama, kondisi ini dan sejumlah besar bahan organik sangat ideal untuk perkembangbiakan bakteri dengan strategi reproduksi yang cepat dan serbaguna yang bersifat anaerobik fakultatif dan dapat mendominasi biota uniseluler. Vibrio spp biasanya mendominasi dalam kondisi ini, dan, secara umum, semuanya merupakan patogen potensial, baik yang bersifat proteolitik atau hemolitik, atau keduanya.

 

Dan dalam kondisi yang sama ini, potensi oksidasi/reduksi lumpur mungkin akan negatif. Dengan kata lain, semua senyawa akan tereduksi dalam kondisi ini, termasuk sulfat. Dalam kondisi reduktif dan pH rendah, hidrogen sulfida (H2S) sangat beracun bagi udang pada konsentrasi yang biasanya tidak menimbulkan masalah. Hidrogen sulfida bersifat toksik karena mengganggu rantai metabolisme oksidasi sitokrom a3 selama proses respirasi aerobik. Efeknya terbatas pada H2S, karena ion HS- tidak menunjukkan toksisitas dalam kisaran normal produksi udang.

 

 

 

Dampak pada kesehatan udang

Suhu

Suhu lingkungan memiliki efek mendalam pada laju metabolisme semua organisme poikilotermik (organisme berdarah dingin, memiliki suhu tubuh variabel yang mirip dengan suhu lingkungannya), dan udang tanpa terkecuali. Biasanya, pengurangan konsumsi pakan terjadi sekitar 10 persen (berat kering) untuk setiap derajat Celcius suhu air yang lebih rendah. Karena, hujan dapat menurunkan suhu air tambak hingga 3 hingga 5 derajat-C, pengurangan sementara minimal 30 persen dalam konsumsi pakan dapat diharapkan.

 

Seperti disebutkan sebelumnya, karena kepadatan air hujan yang relatif rendah, lapisan air tawar yang dingin akan cenderung terbentuk di bawah air tambak yang paling padat dan paling hangat. Efek stratifikasi air tambak atau haloklin dengan lapisan air yang lebih dalam dan lebih dingin ini akan memperlambat pemanasan air oleh matahari. Penting untuk membuang lapisan air yang dingin ini atau setidaknya menghomogenkan air kolam melalui beberapa intervensi mekanis untuk meminimalkan besarnya dan kecepatan perubahan suhu.

 

Selain mengurangi nafsu makan, kondisi stratifikasi termal ini akan membuat udang bermigrasi ke area kolam dengan suhu dan salinitas yang lebih tinggi dan mungkin menjauh dari hujan di permukaan kolam. Salah satu konsekuensinya adalah peningkatan kepadatan udang yang signifikan di beberapa area kolam yang lebih dalam, dimana kadar oksigen terlarut paling rendah dan konsentrasi H2S paling tinggi di seluruh kolam. Jika pakan normal terus diterapkan, dekomposisi bakteri pada sisa pakan akan semakin memperburuk situasi karena penurunan pH dan peningkatan BOD oleh respirasi aerobik oleh populasi bakteri heterotrofik.

 

Keasaman (pH)

Curah hujan memiliki pH 6,5 hingga 6,7 dan pH tambak udang biasanya memiliki nilai antara 7,5 dan 8,5, dan penurunan 0,3 hingga 1,5 dapat terjadi selama hujan. Kematian mendadak populasi fitoplankton di tambak sangat sering terjadi, meskipun penting untuk dicatat bahwa penurunan salinitas tidak menimbulkan masalah yang sama dan, pada kenyataannya, sianobakteri (biru-hijau) mendominasi dalam kondisi salinitas rendah.

 

Kematian fitoplankton secara besar-besaran ini menyediakan sejumlah besar gula sederhana bagi ekosistem tambak karena autolisis memecah dinding sel dan melepaskan sitoplasma ke dalam air. Dalam beberapa jam biasanya terjadi peningkatan eksponensial bakteri heterotrofik yang mulai mengasimilasi gula. Namun ada biaya metabolisme dalam konsumsi sebagian besar/semua oksigen terlarut yang tersedia untuk respirasi, sebelum beralih ke rute anaerobik alternatif yang jauh kurang efisien. Respirasi aerobik juga menghasilkan karbon dioksida, yang setelah dihidrolisis membentuk asam karbonat, yang selanjutnya semakin menekan pH. Jadi, dalam waktu singkat gangguan pH yang disebabkan oleh hujan dapat mengakibatkan situasi serius dimana pH akan terus turun hingga populasi fitoplankton dapat dipulihkan.

 

Oksigen terlarut

Kadar oksigen terlarut (DO) merupakan faktor terpenting dalam produksi udang. Tingkat kejenuhannya dalam air 25 kali lebih rendah daripada udara sekitar pada suhu yang sama. Oleh karena itu, oksigen terlarut akan selalu menjadi faktor pembatas pertama dalam produksi aerobik biomassa akuatik.

 

Meskipun penurunan suhu dan salinitas air tambak akibat hujan meningkatkan kapasitas maksimum (titik jenuh) penyerapan oksigen oleh air tambak, kurangnya fotosintesis akan menjadi faktor penentu terkait kadar DO di tambak. Hal ini, dikombinasikan dengan peningkatan kebutuhan oksigen biologis (BOD) oleh bakteri heterotrofik dan tanpa adanya aerasi (mekanis) tambahan, dapat menurunkan DO ke tingkat yang berbahaya (sama dengan atau kurang dari 3 ppm) dalam waktu kurang dari setengah jam. Dan kadar DO yang rendah dapat meningkatkan reduksi sulfat menjadi sulfit, yang pada akhirnya menyebabkan produksi H2S yang beracun.

 

 

 

Salinitas dan kesadahan

Salinitas dan kesadahan merupakan fungsi dari konsentrasi ion terlarut, jadi jika terjadi peningkatan volume air kolam, konsentrasi semua ion akan menurun.

 

Kematian udang biasanya tidak berhubungan langsung dengan salinitas selama masa pertumbuhan; namun, akan ada dampak signifikan pada tingkat homeostasis hewan (autoregulasi internal agar berada dalam keadaan stabil). Fase pasca-molting udang melibatkan penyerapan aktif ion kalsium dan magnesium dari media mereka untuk mengeraskan rangka luarnya (cangkang), dan proses ini tidak dapat berlangsung tanpa ion-ion ini. Akibatnya, akan terjadi peningkatan signifikan dalam kanibalisme dan kematian yang berhubungan dengan infeksi sekunder yang disebabkan oleh patogen oportunistik. Kematian udang kronis ini biasanya tidak diketahui hingga beberapa minggu setelah kejadian hujan, yang semakin memperumit situasi.

 

Praktik yang disarankan untuk meminimalkan dampak hujan lebat

Sebelum hujan:

·       Bersihkan dan perbesar saluran drainase. Dalam beberapa kasus, mungkin perlu memasang stasiun pompa di salah satu ujung saluran drainase untuk membuang air hujan secara mekanis saat permukaan tambak melebihi permukaan drainase.

·       Tempatkan kantong kalsium karbonat (500 kg/ha) di dinding. Saat hujan, kalsium karbonat larut dan menembus dinding, membantu menjaga pH dan kesadahan dalam nilai kolam yang dapat diterima. Dalam kasus ekstrem, aplikasi kalium klorida pada 100 kg/ha direkomendasikan.

·       Perbaiki dan padatkan lereng tanggul dan bendungan, dan lindungi area erosi terbesar dengan kantong pakan berisi pasir.

·       Pastikan semua pintu drainase kolam memungkinkan drainase permukaan. Pipa PVC yang dikubur secara horizontal di tanggul setinggi kolam penuh dapat meningkatkan efisiensi jenis drainase ini.

·       Jika tambak udang memilikinya, uji semua peralatan aerasi dan pemasangan jaringan listrik serta panel kontrol. Jika tidak ada aerasi mekanis yang terpasang, disarankan untuk memasang setidaknya satu aerator bergerak yang dapat dipindahkan antar kolam menggunakan traktor kecil.

 

Saat hujan:

·       Kuras air permukaan.

·       Ukur DO dan pH secara terus-menerus, dan jika pH turun, berikan kalsium karbonat.

·       Kurangi pemberian pakan hingga 70 persen dari ransum normal, dan terus kurangi sesuai dengan suhu dan data DO.

·       Nyalakan semua aerator mekanis yang tersedia dan usahakan untuk mempertahankan kadar DO di atas 4 ppm setiap saat.

·       Jika kematian alga akan terjadi, terkadang hal itu dapat dicegah dengan pertukaran air kolam untuk mengurangi kepadatan sel alga dan dengan menaikkan pH.

 

Setelah hujan:

·       Berikan pakan akuatik dalam jumlah yang semakin meningkat di kolam seiring dengan meningkatnya suhu, selama nilai pH dan DO dapat diterima dan populasi udang diketahui.

·       Sangat penting untuk mengonfirmasi ulang estimasi populasi udang setelah hujan. Karena kematian udang cenderung kronis, pengambilan sampel populasi harian harus dilakukan setidaknya selama seminggu setelahnya.

·       Tambahkan vitamin C, dan garam kalium, natrium, dan magnesium ke pakan akuatik sebelum pemberian pakan.

·       Beberapa peneliti merekomendasikan penambahan probiotik (mungkin spesies dengan kapasitas tinggi untuk menguraikan bahan organik) dalam dosis tinggi untuk mencegah dominasi bakteri yang tidak diinginkan.

·       Pertahankan tingkat aerasi yang tinggi hingga ada populasi mikroalga baru yang stabil di kolam.

 

 

 

Kesimpulan

 

Efek keseluruhan dari curah hujan berlebih di kolam udang adalah kematian udang pada tingkat yang lebih besar atau lebih kecil. Pengurangan populasi ini dapat disebabkan oleh beberapa hal, seperti hipoksia, infeksi sekunder, kanibalisme, keracunan H2S, dan masalah lain yang terkait dengan pergantian kulit (molting) yang tidak tuntas. Kematian ini biasanya terjadi dua hingga tiga hari setelah hujan, tanpa tanda-tanda yang jelas seperti kehadiran burung camar, misalnya. Oleh karena itu, sangat penting bagi pengelola tambak udang untuk memahami proses yang terkait dengan hujan lebat dan bersiap mengambil tindakan yang tepat untuk membatasi risiko ekonomi.

 

Share Artikel Ini
Artikel Berita Lainnya
Our customer support team is here to answer your questions. Ask us anything!