Seperti krustasae lainnya, udang memiliki eksoskeleton atau lapisan keras yang melindungi tubuhnya. Molting adalah proses pergantian cangkang pada udang (crustacea) dan terjadi ketika ukuran daging udang bertambah besar sementara eksoskeleton tidak bertambah besar karena eksoskeleton bersifat kaku, sehingga untuk menyesuaikan keadaan ini udang akan melepaskan eksoskeleton lama dan membentuk kembali dengan bantuan kalsium dan fosfor. Semakin baik pertumbuhannya semakin sering udang berganti cangkang. Inilah yang kemudian dikenal sebagai pertumbuhan.
Biasanya, udang melakukan molting setiap tiga sampai delapan minggu. Prosesnya juga tidak memakan waktu yang lama. Mereka dapat menumbuhkan cangkang baru hingga mengeras dalam hitungan jam.
Ketika molting terjadi, udang akan cenderung memuasakan diri dan menggunakan protein dalam tubuhnya guna pembentukan eksoskeleton yang baru dalam kurun waktu beberapa jam. Proses ini sangat riskan, dimana udang akan lebih rentan terhadap perubahan kualitas air, terutama dalam menjaga tekanan osmotik tubuhnya. Apabila dibiarkan akan terjadi osmotic shock berupa penyerapan air yang berlebih pada sel tubuh udang.
Tahap Pertumbuhan Udang
Pertumbuhan adalah perubahan bentuk dan ukuran, baik panjang, bobot atau volume, yang secara fisik diekspresikan dengan perubahan jumlah atau ukuran sel penyusun jaringan tubuh dalam jangka waktu tertentu.
Secara morfologi, pertumbuhan diwujudkan dalam perubahan bentuk (metamorfosis). Sedangkan secara energetik, pertumbuhan dapat diekspresikan dengan perubahan kandungan total energi (kalori) tubuh pada periode tertentu.
Pertumbuhan larva dan pasca larva udang merupakan perpaduan antara proses perubahan struktur melalui metamorfosis dan ganti kulit (molting), serta peningkatan biomassa sebagai proses transformasi materi dari energi pakan menjadi massa tubuh udang.
Pertumbuhan dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu faktor internal meliputi sifat genetik dan kondisi fisiologis dan faktor eksternal yakni berkaitan dengan lingkungan yang menjadi media pemeliharaan. Faktor-faktor eksternal tersebut diantaranya yaitu, komposisi kimia air, substrat dasar, temperatur air dan ketersediaan pakan.
Eksoskeleton yang dimiliki udang juga disebut sebagai cangkang atau kutikula. Bagian ini, mayoritasnya terbentuk dari kandungan kitin, garam kalsium, protein, dan juga lemak. Kutikula ini merupakan bagian tubuh udang yang keras dan berguna untuk melindungi tubuh udang, namun disaat bersamaan juga akan membatasi pertumbuhan tubuh udang itu sendiri.
Ketika semakin bertumbuh, maka pada saat tertentu daging udang akan memenuhi eksoskeleton bahkan melebihinya sehingga dibutuhkan proses moulting untuk menumbuhkan eksoskeleton yang lebih besar.
Pada dasarnya pertumbuhan udang tidak terjadi secara terus menerus seperti ikan. Bila digambarkan menjadi grafik, pertumbuhan udang memiliki bentuk grafik seperti anak tangga yang berurutan, sedangkan pertumbuhan ikan umumnya berbentuk sigmoid. Pertumbuhan udang secara bertahap terjadi agar dapat menyesuaikan pertumbuhan eksoskeletonnya.
Masalah Saat Molting
Satu hal yang harus diingat adalah udang akan mati apabila proses molting gagal. Hal yang mendasari gagalnya proses molting adalah kondisi air yang tidak tepat. Kondisi air yang dimaksud adalah kandungan mineral pada air yang tidak seimbang, baik terlalu rendah maupun terlalu tinggi.
Hal tersebut tentu membuat kadar kalsium pada air tidak stabil, yang mana kalsium tersebut sangat dibutuhkan oleh udang dalam melakukan pembentukan cangkang baru. Untuk itu, perlu untuk dilakukan pengecekan kadar mineral dalam air secara rutin demi memastikan kestabilan mineral pada saat proses molting berlangsung.
Siklus molting dapat terganggu karena stres yang secara signifikan terjadi pada udang, seperti contohnya ketika kolam pemeliharaan terlalu sering dikuras. Proses molting yang terganggu, juga dapat menghambat proses bertelur udang.
Fase kritis udang ketika molting adalah saat kutikula yang baru tumbuh pada tubuh udang, berinteraksi dengan lingkungan eksternalnya. Proses dekomposisi parsial eksoskeleton pada proses molting udang sangat merangsang udang lainnya. Cairan yang mengandung senyawa asam amino, enzim, dan senyawa organik lainnya memicu nafsu makan udang yang tidak dalam fase molting maupun setelah molting (post molting), sehingga berpotensi terjadi kanibalisme.
Terdapat 3 tahap yang terjadi setelah proses molting, diantaranya adalah:
- Post-molt: merupakan tahapan yang terjadi setelah proses pelepasan eksoskeleton lamapada fase ini, udang sedang dalam masa pemulihan dari proses molting sebelumnya. Pada fase ini pula udang akan menyerap banyak air agar mampu menumbuhkan dan memperkuat kutikula baru yang akan menyesuaikan ukuran tubuhnya yang baru pula. Cangkang yang baru kemudian akan mengeras dalam waktu beberap jam.
- Inter-molt: Pada tahap ini, eksoskeleton akan semakin mengeras yang disebabkan oleh mineral dan protein yang menyatu. Pada fase statis ini, kutikula dari udang dalam keadaan fungsional. Pertumbuhan bobot udang akan terus terjadi, dan pada tahap ini aktivitas makan udang tidak terganggu bahkan cenderung stabil hingga maksimal.
- Pre-molt: Pada fase sebelum molting ini, udang mempersiapkan tubuhnya untuk proses molting selanjutnya. Pada tahap ini nafsu makan udang akan sangat turun, dan disaat bersamaan lapisan kutikula mulai tumbuh dan menjadi terlihat secara kasat mata. Tahapan premolt ini dimulai dengan meningkatnya konsentrasi hormon molting yang ada pada darah udang. Siklus molting selanjutnya dikendalikan oleh hormon tersebut yang dihasilkan oleh kelenjar molting di dalam ruang anteriorbranchium atau disebut dengan Y-Organ.
Tahap post-molt pada udang: Periode rentan penyakit dan disfungsi
Proses molting pada dasarnya akan mengganggu keseimbangan tubuh udang secara signifikan. Fase yang paling rentan adalah ketika cangkang baru mulai terbentuk pada post-molting.
Sedangkan, pembatas secara fisik yang terbentuk dari kutikula belum sepenuhnya berfungsi, pada saat ini udang butuh memobilisasi cadangan dalam tubuhnya untuk memperkeras dan memberikan mineral pada kutikulanya yang belum kuat.
Beberapa penyakit dapat menyerang udang pada saat seperti ini, contohnya seperti penyakit White Spot Syndorme Virus (WSSV) yang biasanya muncul pada fase post-molt.
Selain rentan terkena penyakit, udang juga rentan menghadapi osmotic shock yang disebabkan oleh penyerapan air yang cukup banyak pada tubuh udang. Proses ini akan sangat mempengaruhi keadaan sel dalam tubuh udang, khususnya pada fungsi sel yang terganggu akibat perubahaan kandungan air.
Pada konteks ini, penggunaan osmoregulator adalah sumber pertama yang dapat mengatur keseimbangan sel dalam tubuh udang.
Cara untuk mendorong proses molting pada udang
Agar proses molting terjadi sesuai waktunya, beberapa hal yang disarankan untuk dilakukan adalah:
- Mengecek fase molting udang secara teratur ketika melakukan sampling,
- Lakukan pencacatan tahap molting yang terjadi pada udang. Hal ini akan membantu dalam mengantisipasi proses molting selanjutnya.
- Memastikan udang mengkonsumsi cukup kandungan kalsium dan fosfor untuk membantu pembentukan cangkang baru. Penambahan mineral. Pemberian mineral berupa kalsium serta fosfor sangat diperlukan oleh udang guna mempercepat proses pembentukan kulit yang baru.
- Penggunaan osmoregulator dapat membantu mengurangi dampak osmotic shock pada udang, terutama di tambak yang memiliki tingkat salinitas rendah ataupun tinggi, maupun tambak dengan pergantian air yang terbatas.
- Pastikan jumlah pakan udang yang diberikan sesuai dengan tahap molting udang. Pengurangan jumlah pakan sesuai fase. Pemberian pakan ketika fase molting berlangsung dilakukan guna mencegah terjadinya pemberian pakan yang berlebih yang berpotensi mempengaruhi kualitas air dan memicu serangan penyakit.
Perlakuan Untuk Cangkang Lama
Cangkang lama yang sudah terlepas dari udang akan terlihat berwarna putih dan menumpuk pada dasar kolam tambak. Sebaiknya, cangkang tersebut dibiarkan saja tetap berada di dasar. Hal ini karena cangkang lama tetap mengandung banyak mineral yang nantinya akan larut ke dalam air.
Demikian uraian singkat proses bagaiaman udang dapat tumbuh selama budidaya melalui proses molting. Terimakasih atas perhatiannya, semoga bermanfaat.