Sejak di introduksi ke
Indonesia pada tahun 2000, udang vanname (Litopenaeus vannamei) telah menjelma
menjadi salah satu komoditas unggulan sektor budidaya perikanan nasional Di
Indonesia kepadatan yang umum dilakukan di berbagai daerah antara 80–100 ek/m2
udang vaname dan dapat ditingkatkan hingga 300 ek/m2.
Pengelolaan budidaya
udang vaname di Indonesia dilakukan dengan berbagai pola dan sistem budidaya.
Dimulai dari yang masih menggunakan sistem budidaya tradisional sampai super
intensif dengan aplikasi teknologi yang beranekaragam.
Penerapan sistem budidaya
intensif maupun super intensif yang begitu digemari oleh para pembudidaya bisa
memberikan dampak polusi pada ekosistem budidaya dalam bentuk penumpukan beban
limbah budidaya. Penumpukan beban limbah tersebut berasal dari aktifitas input
budidaya seperti limbah pakan yang terbuang, pemupukan, pengapuran, karapas
hasil moulting udang dan berbagai perlakuan lainnya selama periode budidaya
berlangsung.
Peningkatan produksi
udang vaname berkorelasi dengan meningkatnya penggunaan pakan sebagai salah
satu faktor produksi utama dalam kegiatan budidaya secara semi-intensif dan
intensif. Alokasi biaya pakan pada budidaya udang dapat menyerap 60%–70% dari
total biaya produksi udang. Tingginya biaya pakan antara lain disebabkan karena
rasio konversi pakan (FCR) cenderung meningkat.
Faktor yang mempengaruhi
rasio konversi pakan adalah kualitas dan pengelolaan pakan selama pemeliharaan
seperti pendugaan sintasan, dosis, dan waktu pemberian pakan. Dampak lain dari
FCR yang tinggi menyebabkan air media dapat tercemar akibat akumulasi sisa
pakan dan ekskresi amonia dengan cepat. Oleh karena itu, diperlukan suatu
pendekatan baru yang mampu mengatasi permasalahan dalam hal efisiensi pengadaan
pakan.
Salah satu pendekatan
untuk menekan biaya adalah melalui pergiliran pakan yaitu pakan protein tinggi
digilir dengan pakan protein rendah. Dengan menggunakan pakan yang berkadar
protein rendah maka biaya untuk pembelian pakan lebih kecil sehingga dapat
menekan biaya produksi. Pemberian pakan buatan/komersil baik ukuran dan
jumlahnya harus dilakukan secara cermat dan tepat sehingga udang tidak mengalami
kekurangan pakan (underfeeding) atau
kelebihan pakan (overfeeding) karena
hal ini bisa menyebabkan pertumbuhan udang lambat, tidak seragam, badan
keropos, dan timbulnya kanibalisme, serta menurunnya kualitas air atau
pencemaran ke lingkungan budidaya.
Penambahan beban limbah
yang terus bertambah dan karakter ekosistem tambak yang dinamis akan
berpengaruh terhadap fluktuasi dinamika faktor fisika kimia air. Faktor fisika
kimia atau kualitas air secara keseluruhan dalam lingkungan budidaya adalah
indikator penting bagi kenyamanan organisme akuatik untuk hidup selama siklus
budidaya berlangsung. Sehingga, secara
tidak langsung kondisi parameter fisika kimia dengan kadar konsentrasi yang
stabil dan ideal akan memberikan pengaruh positif terhadap tingkat produktifitas
panen udang.
Adapun yang dimaksud
dengan indikator produktifitas panen ialah semua variabel produksi yang
meliputi berat biomassa udang, nilai survival rate, laju pertumbuhan, dan nilai
FCR pakan udang. Salahsatu komponen strategis dalam produksi budidaya intensif
yang harus sering diperhatikan adalah tingkat nilai konversi pakan udang. Nilai
konversi pakan yang rendah akan meningkatkan efisiensi penyerapan pakan oleh
udang. Sehingga, kandungan nutrisi pada pakan dapat termanfaatkan secara
efisien serta laju pertumbuhan udang dapat berjalan stabil.
Salah satu cara untuk
menjaga supaya nilai konversi pakan udang efektif atau tidak tinggi adalah
dengan menjaga stabilitas parameter
kualitas air sebagai indikator lingkungan tempat tinggal udang. Berdasarkan
penjabaran literasi tersebut, berikut saya kutip penelitian yang mengkaji hubungan parameter
fisika-kimia air terhadap tingkat konversi pakan udang pada tambak intensif
udang vanname (Litopenaeus vannamei).
Hasil penelitian Aruadi,
H et al (2020) menunjukkan bahwa FCR atau rasio konversi pakan adalah salah
satu indikator strategis pada produksi tambak yang sangat penting untuk
penentuan biaya yang dikeluarkan selama periode budidaya. Hasil dari penelitian
ini menunjukan bahwa bahwa pada tambak intensif parameter suhu, salinitas, dan
alkalinitas adalah parameter kualitas air yang memiliki keeratan hubungan
terhadap efisiensi nilai FCR di tambak, dengan parameter suhu adalah variabel
kualitas air yang memiliki pengaruh langsung terhadap efektifitas rasio
konversi pakan oleh udang.
Adapun kualitas air yang
yang dicapai dalam penelitian ini dengan pencapaian nilai FCR ideal 1.27-1.37 adalah sebagai berikut :
Parameter |
Nilai kisaran |
pH |
:
7.9 – 8.5 |
Suhu |
:
28 – 29oC |
Oksigen terlarut |
:
5.5 – 6 ppm |
salinitas |
:
22 – 23 ppt |
Alkalinitas |
: 156 – 171 ppm |
FCR |
: 1.27 – 1.37 |
Dari data tabel tersebut
diatas dapat dilihat korelasi pencapaian parameter ideal kualitas air dapat
meningkatkan nilai konversi pakan yang ideal.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil
analisis penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa, pada tambak intensif
parameter suhu, salinitas, dan
alkalinitas adalah parameter kualitas air yang memiliki keeratan hubungan
terhadap efisiensi nilai FCR di tambak, dengan parameter suhu adalah variabel
kualitas air yang memiliki pengaruh langsung terhadap efektifitas rasio
konversi pakan oleh udang.